WAWANCARA EKSKLUSIF MENKEU

Beban Berat Keuangan Negara di Pundak Bambang

CNN Indonesia
Jumat, 31 Okt 2014 18:43 WIB
Otoritas fiskal dihadapkan pada tantangan yang tak mudah untuk menjawab ekspektasi publik yang tinggi akan janji Jokowi.
Menteri Keuangan Bambang Permadi Sumantri Brodjonegoro. (CNN Indonesia/Agust Supriadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peran keuangan negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi cenderung melemah dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu tercermin dari kontribusi belanja negara yang rendah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan penerimaan negara semakin menjauh dari target yang diharapkan. Sementara dari luar, sentimen negatif perlambatan ekonomi Tiongkok dan normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat diprediksi masih akan membayangi perekonomian nasional.

Dalam lima tahun ke depan, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mungkin akan dibuat pusing oleh setumpuk permasalahan ekonomi tersebut. Menteri Keuangan Kabinet Kerja itu diminta menjawab ekpektasi publik yang tinggi dengan mengubah tantangan menjadi peluang. Dia mengaku punya ramuan fiskal yang mujarab untuk mengobati itu. Kepada CNN Indonesia dia mengungkapkan jurus-jurus andalannya. Berikut petikan wawancaranya:       

Terkait belanja kementerian dan lembaga (KL), untuk mendisiplinkannya seperti apa?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nanti kita bisa sampaikan kepada bapak presiden dan wakil presiden dan juga KL, bahwa kita selalu analisa atau evaluasi profil dari belanja KL. Dari situ akan kelihatan adanya inefisiensi dari belanja KL. Memang kalau kita melihat, kalau belanja pegawai itu mungkin akan debatable. Apakah kita punya pegawai kebanyakan atau tidak. Tidak akan pernah selesai  diskusinya. Kita lebih baik fokus pada inefisiensi belanja barang. Karena belanja barang itu yang paling tinggi inefisiensinya.

Bagaimana dengan belanja modal?

Belanja modalpun bisa inefisien, kalau misalkan sebagian dari belanja modal itu tidak terkait langsung dengan infrastruktur, misalnya. Jadi kalau kita mau mengendalikan belanja KL, kita fokus pada inefisiensi belanja barang.

Kemarin Menpan mengatakan akan moratoriun PNS untuk lima tahun ke depan, dari sisi anggaran apakah signifikan yang bisa direalokasikan ke belanja produktif?

Untuk belanja pegawai, gaji tidak mungkin turun. Moratorium artinya dia tidak akan menambah jumlah yang baru. Dia mempertahankan yang ada. Untuk mempertahankan yang ada, gajinya juga tidak mungkin sama. Paling tidak untuk menyesuaikan dengan inflasi. Paling tidak ini secara Rupiah otomatis meningkat. Belum lagi pensiun, orang kadang-kadang lupa dalam belanja pegawai ini ada unsur pensiun. Nah pensiun ini jumlahnya terus meningkat. Jadi secara anggaran yang dapat dipastikan tidak ada lonjakan yang terlalu drastis, tapi di sisi lain tetap saja produktifitas dari pegawainya itu sendiri.

Terkait perubahan nomenklatur kementerian, ada yang pisah dan gabung, serta muncul kementerian baru, sebenarnya alur proses penganggarannya seperti apa?

Kalau kementerian baru pakai dana sementara dulu, paling tidak untuk dua bulan ini sampai akhir tahun. Tapi untuk 2015 harus segera disusun, pertama strukturnya apa, unitnya apa saja, apa programnya, kemudian diajukan anggarannya, kemudian dapat nomenklatur baru dan disetujui oleh komisi terkait di DPR. Kalau pisah gabung sama prosedurnya, 2015 harus sudah finish semua, tapi nanti kita buat  payung hukum untuk jaga masa transisi untuk dua bulan. Karena sebenarnya anggarannya sudah ada, tinggal pindah tempat saja, pindah rumah.

Presiden concern pada isu perpajakan. Respon Kemenkeu seperti apa dalam mereformasi perpajakan, apakah fleksibilitas akan diberikan kepada Ditjen Pajak atau menjadikannya otonom?

Yang paling penting fleksibilitas dari unitnya sendiri, dalam hal ini Ditjen Pajak.  Kalau mau mengubah bentuk dan segala macam akan ada konsekuensi perubahan undang-undang dan segala macam peraturan yang  membutuhkan waktu. Tapi yang paling tepat adalah penguatan pada Ditjen Pajak. Baik dalam rekrutmen pegawai maupun dalam reward and penalty system, dan juga perlindungan hukumnya. Saya yakin kalau tiga hal itu bisa dilakukan dengan baik, saya yakin kinerja dari DJP akan meningkat cukup pesat. Mudah-mudahan, saya berjanji pada diri saya sendiri dulu lah, paling tidak tahun depan realiasi  penerimaan pajak mencapai targetnya. Karena sudah bertahun-tahun ini tidak pernah berhasil mencapai target. Artinya kemampuan kita untuk mencapai target dengan realisasi tersebut membaik.

Dari sisi kebijakan insentif akan direview tidak, misalnya seperti tax holiday atau tax allowance?

Bapak presiden selalu menekankan pentingnya investasi.  Dan kita melihat tahun 2015 kita akan menghadapi kondisi yang berat secara global. Pertama,  normalisasi kebijakan moneter Amerika, kemungkinan naiknya suku bunga Amerika. Kedua, pelemahan ekonomi Tiongkok. Jadi kalau  kita mengharapkan sumber pertumbuhan ekonomi global, itu akan sangat berat. Berarti kita harus mengandalkan sumber pertumbuhan domestik. Sumber pertumbuhan domestik itu cuma dua,  konsumsi dan investasi. Konsumsi, sudah mapan karena sudah stabil di sekitar 4-5 persen pertumbuahnnya. Agak sulit kita mengharapkan pertumbuhannya tinggi karena daya beli masyarakat dalam menghadapi inflasi yang selalu meningkat setiap tahun.

Jadi yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Tapi untuk mengharapkan foreign direct investment (FDI) datang juga kompetitif. Kita juga mesti sudah memperbaiki daya saing, infrastrukturnya mungkin belum memadai. Kalau membangun infrastruktur kita juga perlu waktu. Jadi mau tidak mau, investasi yang bisa diharapkan bergerak dan berkontribusi terhadap pertumbuhan, yakni investasi dengan membangun infrastruktur.

Di situ kuncinya, kalau kita mau survive di 2015 adalah kita harus investasi besar-besaran di bidang infrastruktur kita sendiri. Yang dampaknya dalam jangka pendek bisa menciptakan pertumbuhan, tapi dalam jangka panjang dampaknya adalah pada peningkatan daya saing.  Dan dengan semangat presiden untuk mendatangkan investasi berarti infrastruktur tidak akan cukup. Dan kemarin presiden itu concern terhadap perizinan. Perizinan kita itu masih terlalu banyak dari segi jumlah, kita belum bicara hari ya, dan itu yang diminta untuk dipangkas.

Artinya insentif akan lebih diarahkan ke proyek-proyek infrastruktur?

Infrastruktur, tapi investasi secara umum. Selama insentif itu bermanfaat mendatangkan investasi, baik itu asing maupun domestik, maka itu akan menjadi prioritas.insentif tetap perlu, tapi outputnya harus jelas menarik investor untuk masuk.

Di sektor migas, beberapa perusahaan yang sempat mengajukan tax holiday dan tax allowance seperti Pertamina dan Exxon mempertanyakan kelanjutannya. Itu bagaimana?

Kalau di migas agak berbeda karena rezimnya berbeda dengan sektor riil lain. Di migas itu ada kontrak bagi hasil, production sharing contract (PSC). Di mana dalam  PSC itu sebenarnya sudah ada dalam tanda petik insentif dalam berbagai skema. Tapi itu sudah jadi satu paket dalam bentuk PSC. Jadi kalau ada tambahan lagi dalam bentuk insentif pajak, mungkin diperlukan kepastian dari pemerintah apakah proyek ini penting untuk dijalankan sehingga harus diberikan tambahan insentif. Tapi kalau di luar itu agak berat karena mereka sudah dapat insentif.

Secara makro, defisit tidak hanya di fiskal tetapi juga neraca perdagangan, apakah memangkas subsidi merupakan solusi jitu untuk mengatasi keduanya?

Begini, pengalaman 2012 ketika kita menaikkkan harga BBM, itu volume BBM bersubsidi turun. Artinya turun dari outlook atau prognosa di awal. Kenapa, karena penyelundupan berkurang. Jadi memang  problem dengan subsidi harga, kalau jumlahnya besar, kemungkinan terjadinya penyelundupan atau manipulasi itu besar. Sehingga itu bisa mempengaruhi volume BBM berubsidi. Bisa dibayangkan kalau volumenya turun, berarti kan yang diimpor juga semestinya turun. Berarti dia akan membantu mengurangi defisit neraca perdagangan. Apakah bisa surplus, tidak mungkin. Karena produksi kita itu sudah sangat rendah, jauh di bawah kebutuhan konsumsi.

Dari sisi produksi minyak tidak bisa digenjot?

Bagaimana bisa, minyak itu pemberian dari Allah SWT. Tidak bisa dibuat.

Terakhir, tantangan dan peluang apa yang bisa direbut oleh Indonesia di 2015?

2015, pertama bagaimana kita menjaga kestabilan ekonomi makro dan kestabilan fiskal. Suistanability dari fiskal. Kemudian, pada saat kita harus menjaga kestabilan, juga banyak ekspektasi akan adanya pertumbuhan yang tidak rendah. Banyak orang berharap pertumbuhan lebih baik dibandingkan 2014. Mungkin 5,8-5,7 persen dan ini membutuhkan effort itu tadi. Bagaimana kita menciptakan ruang fiskal yang besar, di mana pengalihan subsidinya itu akan bisa membuat infrastruktur bergerak cepat.  Kita harapkan 2015 ini bisa menjadi tahun peningkatan pembangunan infrastruktur skala besar.

Dari sisi ketahanan ekonomi kita sendiri bagaimana dalam menghadapi gejolak?

Selama kita menjaga defisit itu masih bisa dikendalikan, itu akan memberikan daya tahan kepada ekonomi kita sendiri. Terutama dalam menghadapi pembalikan yang mendadak.

(Bagian 3 dari 3)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER