Jakarta, CNN Indonesia -- Proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dibuat International Monetary Fund (IMF) di kisaran 5,1-5,4 persen dibandingkan target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 sebesar 5,5 persen tidak akan menyurutkan minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor riil.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai meskipun Asian Development Bank (ADB) juga memperkirakan inflasi Indonesia bisa mencapai 6,9 persen dari target APBNP 5,3 persen, hal tersebut tidak akan mengganggu karena Indonesia memiliki
market deepening yang kuat untuk bisa menopang iklim investasi.
"Pelaku usaha punya kapasitas yang kuat dalam mengelola, mencari, dan mengalokasikan dana investasi untuk mendapatkan
benefit yang ada dari
market deepening ini.
Market deepening Indonesia tercipta bukan hanya dari dana yang kuat, tapi juga dari kondisi negara yang relatif terbilang kondusif," ujar Dumoly Pardede, Deputi Komisioner Keuangan non-Bank Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Senin (3/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dumoly menilai bahwa
market deepening merupakan faktor investasi yang kuat di Indonesia selain
capital deepening. Alasannya adalah apabila dana yang kuat tidak dilengkapi dengan pengelolaan finansial yang tepat sesuai dengan kondisi pasarnya, maka investor akan segera keluar dari Indonesia. "Positifnya, para investor-investor sudah paham mengenai hal ini," ujar Dumoly.
Positifnya, para investor-investor sudah paham mengenai hal ini. Dumoly Pardede |
Selain
capital deepening, investasi di pasar modal diperkirakan akan menguat karena adanya kepercayaan investor akan pemerintahan Indonesia yang baru. "Indikator makro ekonomi mungkin hanya akan berpengaruh pada investasi yang digenjot oleh APBN, tapi untuk di pasar modal sepertinya prospeknya akan sangat bagus karena investor percaya akan pemerintahan Indonesia yang baru dibentuk ini." ujarnya.
Di samping itu, Dumoly menambahkan bahwa sektor finansial dan perbankan akan memiliki proyeksi yang baik ke depannya. "Pada tahun 2015, OJK memperkirakan pertumbuhan
return bisnis asuransi sebesar 20 persen,
leasing company 18 persen, dan perbankan sebesar 15 persen," kata Dumoly.
OJK sendiri juga akan berupaya untuk menjaga geliat pertumbuhan industri perbankan dengan cara mengatur pembiayaan asuransi dana pensiun dan bagaimana menciptakan
financial inclusion yang menyeluruh agar manfaat pertumbuhan industri ini juga terasa hingga masyarakat.