EKONOMI MAKRO

Ini Tantangan Utama Pemerintahan Jokowi

CNN Indonesia
Selasa, 04 Nov 2014 02:46 WIB
Beratnya beban fiskal akibat besarnya angka subsidi energi menjadi tantangan utama Pemerintahan Jokowi selama lima tahun mendatang.
Pedagang menakar daging di Pasar Palmerah, Jakarta, Rabu, 01 Oktober 2014. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada September 2014 mencapai 0,27 persen, atau lebih rendah dari bulan sebelumnya 0,47 persen. Adapun laju inflasi year on year atau untuk periode September 2013 hingga September 2014 tercatat 4,53 persen. CNN Indonesia/Safir Makki
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Riset bidang Ekonomi Central for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Riza menyatakan beratnya beban fiskal masih menjadi kendala utama Pemerintahan Jokowi untuk lima tahun mendatang. Demi mengurangi beban tersebut, Yose pun meminta Pemerintahan Jokowi segera mengurangi subsidi energi dan meminimalisir lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 3.000 per liter.

"Kalau tidak diselesaikan tentunya akan mengganggu keuangan Indonesia dan mengancam kemampuan pemerintah dalam kapasitas pendanaannya. Belum lagi soal inflasi," ujar Yose di Jakarta, Senin (3/11).

Selain subsidi energi, Yose bilang, pekerjaan rumah yang juga harus diselesaikan Pemerintahan Jokowi di masa kepemimpinannya ialah tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap sejumlah mata uang asing khususnya Dollar Amerika Serikat. Dengan mengacu kurs tengah Bank Indonesia yang menempatkan Rupiah di kisaran 12.105 per US$, Ia pun meyakini tren pelemahan Rupiah akan berdampak langsung pada makin lebarnya defisit neraca perdagangan Indonesa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini jelas berpotensi mengganggu situasi makro-ekonomi nasional. Tantangannya sekarang apakah pemerintahan Jokowi bisa menciptakan sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal," tuturnya.

Untuk diketahui, sepanjang Januari-September kemarin total nilai impor Indonesia tercatat berada di angka US$ 134,38 miliar. Adapun nilai ekspor Indonesia dalam sembilan bulan pertama 2014 hanya mencapai US$ 132,7 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia diketahui mengalami defisit sebesar US$ 1,68 miliar. Dimana besaran impor produk minyak dan gas bumi (migas) kembali menjadi penyebab utama terjadinya defisit neraca perdagangan.

Yose mengatakan, hal yang juga menjadi tantangan bagi Pemerintah Jokowi kedepan berangkat dari permasalahan infrastruktur dan ketidakpastian pelaksanaan peraturan yang dinilai mengganggu iklim investasi. Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Pusat dan Daerah segera melakukan koordinasi yang baik agar terkait pelaksanaan regulasi.

“Walaupun tidak terlalu mendesak, tapi dua permasalahan ini juga penting dan harus diselesaikan. Perlu kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah mengenai pelaksanaan aturan," pungkasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER