KINERJA EKSPOR

Industri Otomotif Optimalkan Strategi Ekspor

CNN Indonesia
Selasa, 04 Nov 2014 11:29 WIB
Produsen kendaraan roda dua maupun roda empat harus memutar otak di tengah pelemahan pasar, dengan mengoptimalkan ekspor atau mengembangkan segmen baru.
Sejumlah kendaraan roda empat dari berbagai produsen mobil dipamerkan di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2014 di Jakarta International Expo Kemayoran, 18-28 September 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pangsa pasar penjualan kendaraan nasional, baik roda dua maupun roda empat berpotensi turun dalam beberapa bulan ke depan akibat rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Karenanya ekspor diharapkan bisa menjadi solusi yang dapat mengompensasi penurunan permintaan di tanah air.

Johnny Darmawan, Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menuturkan perusahaan anggota asosiasi sudah siap menghadapi dampak negatif dari rencana kenaikan harga BBM bersubsidi. Meskipun untuk jangka pendek pasar akan terkoreksi, tetapi untuk jangka panjang diharapkan dapat menyelematkan perekonomian nasional  dan memberikan kepastian yang lebih baik bagi dunia usaha.

"Dampaknya pasti ada. Kita ambil contoh tahun 2005 ketika BBM naik 110 persen, itu sekitar 2-4 bulan permintaan turun 40 persen," kata Johnny kepada CNN Indonesia, Selasa (4/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Johnny, penurunan penjualan otomotif tersebut tidak hanya mempertimbangkan dampak dari kenaikkan harga BBM. Sejumlah faktor yang turut menekan penjualan kendaraan saat ini lebih banyak disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah dan kebijakan pembatasan kredit perbankan untuk kepemilikan kendaraan dan properti. "Tahun ini kondisinya beda, mungkin dampaknya sekitar 3-5 bulan dengan penurunan sekitar 20 persen year on year," katanya.

Secara volume penjualan, Johnny memprediksi penurunan akan terjadi hampir di semua segmen kendaraan roda empat. "Tahun ini kami perkirakan penjualan sama seperti tahun lalu sekitar 1,23 juta unit, dan tahun depan kemungkinan flat atau lebih rendah," katanya.

Oleh karena itu mantan Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM) itu mendorong para produsen kendaraan nasional untuk meningkatkan penjualan ke luar negeri sebagai alternatif pasar nasional yang tengah lesu. Toyota, menurut Johnny, sudah lama melakukan penetrasi pasar ke mancanegara dengan rata-rata ekspor kendaraan sekitar 16 ribu unit per bulan.

"Secara nasional, salah satu jenis usaha yang menghasilkan surplus perdagangan adalah otomotif. Jadi ekspor harus didorong untuk menyelamatkan neraca transaksi berjalan kita," tuturnya.
 
Santiko Wardoyo, Direktur Pemasaran PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI), menambahkan penurunan penjualan juga berpotensi terjadi untuk  jenis kendaraan berat seperti truk. Selain faktor harga BBM, anjloknya harga komoditas dan pelarangan ekspor batubara turut menyumbang signifikan pelemahan permintaan.

"Pasar truk memang sedang turun saat ini, sekitar 12 persen akibat kisruh Pemilihan Presiden kemarin lalu ada juga faktor larangan penjualan batubara dan harga komoditas. Pasti ada pengaruh tambahan nanti dari naiknya harga BBM," jelas Santiko.

Namun, Santiko meyakini pasar akan membaik untuk jangka panjang seiring dengan semangat pemerintah mengembangkan infrastruktur jalan. Untuk itu, Hino memilih mengalihkan fokus produksi kendaraan berat dari yang selama ini ke sektor tambang batubara ke sektor logistik atau jasa kargo.

"Kalau dulu 55 persen produk Hino untuk angkutan batubara (komoditas), sekarang turun drastis menjadi sekitar 25 persen karena kita alihkan untuk angkutan kargo. Hino untuk kargo sekarang sekitar 55 persen," ujarnya.

Penjualan Motor Stagnan

Sigit Kumala, Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) memperkirakan akan terjadi stagnasi penjualan kendaraan roda dua, baik di pasar domestik maupun ekspor pada tahun depan. Selain karena imbas kenaikkan harga BBM bersubsidi, Sigit menilai pelemahan permintaan lebih banyak disebabkan oleh faktor penurunan harga komoditas.

"Kenaikkan BBM pasti ada pengaruhnya, hanya 2-3 bulan dan kami harapkan  kembali normal setelahnya," ujar Sigit.

Kendati pasar tertekan, Sigit optimistis target penjualan kuda besi tahun ini sebesar 8 juta unit dapat tercapai. Sebab, total motor yang terjual sampai dengan Oktober  2014 sudah sekitar 6,7 juta hingga 6,8 juta unit. "Sisanya berarti tinggal 1,2 juta unit dan itu bisa tercapai," katanya.

Sementara untuk tahun depan, Sigit memperkirakan kondisi pasar motor nasional tak akan lebih baik dari tahun ini. Dampak lanjutan dari kenaikkan harga BBM bersubsidi dan penurunan harga komoditas akan berpengaruh negatif terhadap permintaan kendaraan roda dua. "Belum lagi faktor pelemahan rupiah, jadi kemungkinan penjualan motor 2015 flat di kisaran 8 juta unit," ujarnya.

Sigit mengatakan sebagian kecil bahan baku produksi motor masih mengimpor, terutama untuk jenis motor sport. Karenanya, fluktuasi nilai tukar akan sangat mempengaruhi penjualan motor jenis ini. "Tren pasarnya saat ini masih motor matic dan sport, sedangkan motor underbound akan turun," katanya.

Menurut Sigit, sulit untuk mencari alternatif pasar di tengah kondisi perlambatan ekonomi global dan nasional. Pangsa ekspor yang selama ini kecil, sekitar 1 persen dari total penjualan, porsinya sulit ditingkatkan mengingat hampir semua perusahaan motor telah memiliki pabrik sendiri di setiap negara tujuan ekspor. "Kecuali motor yang kita ekspor punya keunggulan dan keunikan khusus, sehingga bisa kompetitif bersaing dengan produk sepeda motor negara tersebut," jelasnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER