Jakarta, CNN Indonesia -- Kesulitan pendanaan menjadi masalah klasik yang membuat infrastruktur Indonesia jauh tertinggal dari negara lain. Karenanya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mendorong pemerintah untuk memanfaatkan keberadaan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) guna memperoleh pendanaan infrastruktur.
Ketua Kadin Suryo Bambang Sulistio menjelaskan pemerintah kerap kesulitan mendanai proyek-proyek infrastruktur karena anggarannya terbatas. Bahkan, dana pembangunan infrastruktur di APBN 2015 dipangkas menjadi Rp 169 triliun dari sebelumnya Rp 206 triliun di APBNP 2014.
"Artinya kebutuhan akan infrastruktur sudah sangat jauh tertinggal, harus dibayai dari sumber lintas sektor, seperti
foreign direct investment (FDI)," ujarnya kepada CNN Indonesia, Rabu (5/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suryo, harus dipikirkan alternatif-alternatif pembiayaan lain untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur di tanah air. Salah satunya dengan bergabung dengan AIIB untuk mendapatkan suntikan dana yang murah dan mudah untuk diakses oleh pemerintah.
"Satu-satunya negara Asean yang tidak ikut di AIIB adalah Indonesia. Ironis, padahal kita butuh dana, Indonesia tidak mampu secara pendanaan," ucapnya.
AIIB merupakan lembaga keuangan yang didirikan oleh 21 negara di Asia, yang diprakarsai oleh Tiongkok.
Selain masalah pendanaan, Suryo mengatakan permasalahan klasik yang menghambat pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah birokrasi yang rumit, pungutan liar dan kepastian lahan. "Sekarang sudah ada aturan mainnya dan seharusnya pemerintah baru bisa lebih bagus," katanya menjelaskan.
Untuk itu, lanjut Suryo, Kadin mendorong swasta untuk berada di garis depan pembangunan infrastruktur Indonesia. "Swasta itu lebih luwes, dan gesit. Sedangkan pemerintah apa-apa susah," katanya.
Sebelumnya, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menilai tingkat kegagalan pemerintah dalam menjalankan proyek infrastruktur tergolong tinggi. Contohnya, dari lima proyek prasarana yang ditawarkan ke swasta dengan skema
public private patnership (PPP) hanya satu yang jalan.
“Cukup banyak yang gagal dan saya bisa katakan bahwa proyek PPP hanya sedikit yang berhasil karena dari lima
showcase hanya satu yang jalan,” ujar mantan Ketua UKP4 Kuntoro Mangkusubroto di Jakarta, belum lama ini.
Berdasarkan catatan CNN Indonesia, sebanyak lima proyek unggulan telah ditawarkan pemerintah ke swasta melalui skema PPP pada 2013. Kelima proyek tersebut antara lain Pelabuhan Tanah Ampo di Karangasem, Bali, senilai US$ 30 juta, pembangunan jalur rel kereta api Bandara Soekarno-Hatta ke Manggarai senilai US$ 735 juta, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dengan kapasitas 2x1000 megawatt di Jawa Tengah senilai US$ 3 miliar, jalur tol Medan menuju Kualanamu senilai US$ 475 juta, dan proyek air minum di Umbulan Jawa Timur dengan memanfaatkan 1.000 mata air senilai US$ 200 juta. Sampai saat ini baru proyek jalan tol Medan-Kualanamu yang sudah masuk tahap
groundbreaking atau peletakan batu pertama.
Menurut Kuntoro, kegagalan proyek-proyek ambisius tersebut karena cara kerja pemerintah dalam menyusun kesiapan proyek tidak disesuaikan dengan kebutuhan PPP. Kendala klasik lain yang juga menghantui eksekusi PPP antara lain kendala lahan, koordinasi yang buruk antara pemerintah pusat dan daerah, campur tangan DPRD, serta tumpang tindih aturan.
Kuntoro Mangkusubroto mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen, dibutuhkan investasi sekitar Rp 6.000 triliun di bidang infrastruktur untuk lima tahun ke depan. Untuk itu, separuh beban anggaran infrastruktur tersebut harus dialihkan ke swasta melalui sekema kemitraan.
“Jadi untuk mendapatkan Rp 3.000 triliun itu, maka harus diperbaiki cara pemerintah mengelola PPP, karena banyak persoalan di sana,” tegasnya.