Jakarta, CNN Indonesia -- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk membatalkan niatnya menerbitkan surat edaran yang melarang direksi BUMN melakukan perjalanan dinas menggunakan layanan penerbangan kelas bisnis. Instruksi Menteri Rini dikhawatirkan dapat menekan pendapatan Garuda sebab frekuensi penerbangan petinggi BUMN menggunakan kelas bisnis yang disediakan cukup tinggi.
"Dampak dari aturan tersebut bisa negatif, nanti bisa mengurangi jumlah penumpang di kelas bisnis," kata Direktur Pemasaran dan Penjualan Garuda Indonesia Erik Meijer di Jakarta, Kamis (6/11).
Atas dasar itulah, Garuda akan mengkaji kembali aturan Menteri BUMN sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi penjualan tiket kelas bisnis. Erik mengaku belum dapat menghitung berapa potensi kehilangan pendapatan yang bisa terjadi akibat kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Direksi BUMN maupun perusahaan swasta merupakan target pasar yang sangat potensial untuk penjualan tiket kelas bisnis. Berapa persen dampaknya belum dapat diprediksi. Kita harus pikirkan untuk siasat selanjutnya," kata Erik.
Tidak Mudah
Seandainya Menteri Rini enggan mencabut kembali larangan tersebut, menurut Erik tidak serta-merta perusahaannya mengubah konfigurasi tempat duduk yang sudah ada dipesawat saat ini. Menurutnya cukup sulit menambah kapasitas kursi kelas ekonomi dengan mengurangi kursi di kelas bisnis karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit mengingat jumlah pesawat yang dioperasikan Garuda dan anak usahanya PT Citilink Indonesia berjumlah 149 unit.
"Tidak segampang itu, pesawat apapun kalau ada perubahan harus melalui proses sertifikasi internasional karena semua terkait keselamatan penerbangan. Bisa sampai satu tahun, tidak bisa diputuskan secara mendadak," tegasnya.
Sebagai salah satu direksi BUMN, Erik mengaku belum siap menerima nasib harus bepergian dengan pesawat di kelas ekonomi jika larangan Menteri Rini direalisasikan. "Aturannya belum keluar jadi kita harus liat dulu lah. Kalau bisa jangan, kan kita yang harus memberi contoh menggunakan pelayanan bisnis, agar pelayanan bisnis itu tetap hidup," kata Erik.
Sepanjang semester I 2014, Garuda memperoleh pendapatan dari penjualan tiket penerbangan berjadwal sebesar US$ 1,47 miliar, naik 2,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,44 miliar.
Tidak disebutkan berapa porsi penjualan tiket kelas bisnis terhadap pendapatan tersebut. Namun, selisih harga tiket kelas bisnis dengan kelas ekonomi yang dijual Garuda memang cukup tinggi. Sebagai contoh tiket kelas ekonomi rute penerbangan Jakarta-Denpasar untuk penerbangan 13 November 2014 dibanderol Rp 1,18 juta per penumpang. Sementara untuk kelas bisnis dijual dengan harga Rp 4,57 juta per penumpang.
Pada Rabu (5/11) kemarin, Rini mengungkapkan rencananya mengeluarkan surat edaran yang melarang direksi BUMN bepergian dengan pesawat kelas bisnis. Kebijakan tersebut dilakukan agar manajemen BUMN bisa lebih hemat dalam membelanjakan biaya operasional perusahaan.
"Sekarang kita harus menekankan betul bahwa kita harus efisien dan kita harus stop pemborosan. Nanti akan ada surat imbauan, semua direksi harus terbang pakai ekonomi," kata Rini.