Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah diminta mengalihkan hak pengelolaan Blok Mahakam dari PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation kepada PT Pertamina (Persero) selaku perusahaan minyak dan gas nasional. Ladang gas di Kalimantan Timur itu diyakini masih memiliki cadangan gas bumi sekitar 8 sampai 10 triliun cubic feet (Tcf).
Marwan Batubara, Pengamat Energi dari Indonesia Resources Studies (Iress), menilai Blok Mahakam masih menyimpan kandungan gas yang cukup besar. Hal ini yang membuat Total E&P bersemangat untuk memperpanjang hak pengelolaan blok tersebut.
"Tidak betul kalau ada yang bilang cadangan gas Blok Mahakam cuma 2 Tcf. Kalau cuma 2 Tcf kenapa Total ngotot untuk minta perpanjangan? Saya dapat angka 8-10 Tcf itu dari data Pertamina," ujarnya saat peluncuran buku "Kembalikan Mahakam", Senin (10/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan cadangan 8 sampai 10 Tcf, kata Marwan, Negara berpotensi memperoleh pendapatan bersih sebesar US$ 1,47 miliar atau sekitar Rp 16 triliun per tahun. Angka ini didapat karena cadangan tersebut diyakini mampu mendatangkan pendapatan Rp 400 triliun sampai Rp 500 triliun setelah dikurangi pengurangan biaya
cost recovery dan bagi hasil produksi kepada kontraktor. Untuk itu, ia pun meminta Pemerintah segera memberi pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina pasca habisnya kontrak.
"Dulu di tempat ini, Pak JK (Jusuf Kalla) setuju untuk mengembalikan Blok Mahakam ke Pertamina. Kita tunggu saja janjinya sekarang," ujarnya.
Sebagai informasi, sejak 1997 Blok Mahakam dikelola oleh PT Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation dan akan habis kontrak pada 2017.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sriedi Swasono meminta Pemerintah tidak memperpanjang kontrak Total dan Inpex pada pengelolaan hak Blok Mahakam. "Saya miris dengar ada pemuda Kaltim yang bangga dijanjikan bantuan dari Total hanya berupa pembangunan kolam renang Olympic. Semoga saja hari Pahlawan ini menjadi momentum yang tepat untuk merebut kembali pengelolaan hak Mahakam," tutur Sriedi.
Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Kurtubi berharap Pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kurtubi menilai, dengan berlakunya UU Migas tersebut Pemerintah seakan tak becus dalam mengelola sektor pertambangan migas karena tak berdaya ketika berkontrak dengan perusahaan asing.
"Kalau perlu dalam Revisi UU dicantumkan bahwa Pertamina mendapat previledge untuk mengelola blok-blok migas ketimbang perusahaan asing. Ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33," tegasnya.