Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) mensinyalir konsumsi solar bersubsidi oleh 4.700 kapal berbobot di atas 30 Gross Ton (GT) menjadi penyebab jebolnya kuota BBM bersubsidi. Untuk itu, perseroan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) lebih selektif menentukan kapal mana saja yang berhak menerima solar bersubsidi.
"Semua keputusan mengenai kapal mana saja yang mendapat solar subsidi, kami kembalikan ke KKP. Pertamina cuma menyalurkan dan memastikan apakah BBM sudah sampai di tempat yang ditunjuk KKP," ujar Hanung Budya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina di kawasan nelayan Tanjung Pasir, Tangerang, Selasa (11/11).
Mengutip data KKP, Hanung mengatakan saat ini ada sekitar 400 ribu kapal yang terdaftar di Kementerian pimpinan Susi Pudjiastuti tersebut. Dari angka itu, sebanyak 4.700 unit merupakan kapal dengan bobot diatas 30 GT yang diyakini ikut meminum solar bersubsidi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu dirinya mengaku tak mengetahui detil berapa besar jumlah solar yang telah dikonsumsi kapal-kapal tersebut. Hanung berkilah, penentuan kapal penerima solar subsidi berada di kewenangan Menteri KKP.
Berangkat dari temuan ini, Hanung berharap pemilik kapal di atas 30 GT untuk membeli solar non-subsidi. Ini dimaksudkan agar pasokan solar subsidi bagi nelayan tercukupi. "Harusnya dengan bobot kapal seperti itu mereka sanggup membeli solar non subsidi. Toh mereka ialah pengusaha-pengusaha yang kuat, beda dengan nelayan-nelayan kita," tegasnya.
Salah satu nelayan Tanjung Pasir, Muhammad Samid tak menampik adanya praktik penyimpangan terkait pembelian solar bersubsidi oleh kapal berbobot 30 GT. Walau demikian, kata Samid praktik pembelian BBM bersubsidi tak terjadi di kawasan Tanjung Pasir tempat dia menyandarkan kapal.
"Yang saya dengar ada di daerah Cilincing dan Muara Angke. Mereka beli solar subsidi karena harganya lebih murah dibandingkan non-subsidi," kata Samid.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, kapal dengan bobot diatas 30 GT dilarang membeli solar bersubsidi. Ini dilakukan agar nelayan-nelayan kecil bisa mendapatkan jatah solar subsidi yang dipatok sebesar 25 kiloliter (KL) per bulan. Hingga akhir Oktober 2014, Pertamina telah menyalurkan premium dan solar bersubsidi untuk nelayan sekitar 1,5 juta KL melalui 1.277 unit penyalur, baik berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker, SPBU, APMS, serta TBBM. Dari besarnya jumlah penyimpangan itu, Pertamina memprediksi kuota solar subsidi 2014 akan berlebih hingga 1,07 juta KL sampai akhir tahun.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berencana memperketat pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk kapal-kapal yang digunakan untuk mencari ikan dalam lima tahun ke depan. Hal tersebut dilakukan setelah melihat realita masih banyak kapal berukuran besar yang notabene dimiliki perusahaan masih bisa membeli BBM bersubsidi yang ditujukan untuk nelayan kecil.