INDUSTRI PEMBIAYAAN

Tahun Depan Pemerintah Operasikan Lembaga Pembiayaan Industri

CNN Indonesia
Senin, 24 Nov 2014 15:38 WIB
Pelaku industri perlu lembaga keuangan khusus yang bisa memberikan fasilitas pembiayaan lebih murah dibandingkan dengan yang ditawarkan bank komersial.
Para pekerja membuat sepatu produksi industri rumahan di kawasan Perbanas, Setia Budi, Jakarta. (ANTARA FOTO/OJT/Muhammad Ifdhal)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian akan mempercepat pembentukan lembaga pembiayaan industri guna memberikan solusi pembiayaan murah bagi pelaku usaha. Skema pembentukannya akan menyerupai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), yang pendanaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Lembaga pembiayaan industri ini bertugas menyediakan pinjaman untuk investasi di sektor industri karena sektor usaha ini beda dengan bisnis-bisnis komersial," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari di kantornya, Senin (24/11).

Menurutnya, investasi di sektor industri merupakan bisnis jangka panjang yang memiliki risiko tinggi dan butuh pembiayaan besar. Untuk itu, perlu lembaga keuangan khusus yang bisa memberikan fasilitas pembiayaan lebih murah dibandingkan dengan yang ditawarkan bank komersial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk itu kita harus selesaikan rancangan undang-undangnya dulu  dan tahun ini kita masukan dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional)  untuk dibahas," katanya.

Untuk permodalan lembaga pembiayaan industri, jelas Ansari, pemerintah akan mengalokasikan dana di APBN. "Targetnya tahun depan selesai," ujar Ansari.

Ide pembentukan lembaga pembiayaan industri berangkat dari  keprihatinan Kementerian Perindustrian terhadap penyaluran kredit modal kerja dan investasi ke sektor industri yang semakin kecil. Hal ini terjadi karena kompetisi yang ketat antar pelaku industri untuk memperoleh pembiayaan perbankan.

Ansari juga menyoroti soal kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang dipastikan akan meningkatkan ongkos pembiayaan di dalam negeri. Kebijakan bank sentral ini diperkirakan akan mendorong pelaku industri di dalam negeri mencari pembiayaan dari pasar global.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai lembaga pembiayaan industri sangat diperlukan untuk mendapat kredit murah, terutama oleh pelaku industri padat karya berskala kecil dan menengah. Menurutnya, saat ini bunga kredit investasi bank komersial sudah terlalu tinggi di kisaran 12 persen per tahun.

"Idealnya bunganya bisa di bawah 10 persen atau 9 persen karena di luar negeri rata-rata cuma 6 persen," kata Sofjan.

Sofjan mengatakan saat ini bank- bank memang belum menaikkan suku bunga kreditnya mengikuti BI rate, tapi pada 2015 diyakini akan ada koreksi bunga ke arah yang lebih tinggi.

Produksi Lokal

Selain mempercepat pembentukan lembaga pembiayaan industri, Kementerian Perindustrian juga berencana menaikkan preferensi harga produk lokal untuk pengadaan barang dan jasa menjadi 25 persen lebih mahal dari barang impor. Hal tersebut masuk dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) yang dijadwalkan terbit akhir Februari 2015.

"Kami usulkan 25 persen dari tadinya 15 persen," ujar Ansari.

Menurutnya, salah satu fokus Kemenperin pada saat ini adalah menuntaskan segera PP P3DN, yang nantinya akan mewajibkan pengadaan barang dan jasa seluruh instansi pemerintah dan BUMN menggunakan produk dalam negeri. Ketentuan itu berlaku untuk pengadaan barang dari sektor industri yang tingkat P3DN sudah di atas 10 persen.

"Sebagai contoh industri migas kan P3DN besar. Pengadaan di sektor migas banyak dan di situ banyak (barang)  sudah banyak di produksi di dalam negeri . Kemudian industri pertanian, P3DN tinggi kenapa belum bisa dioptimalkan. Pada prinsipnya kalau P3DN sudah di atas 10 persen iu wajib," jelasnya.

Ansari menjelaskan aturan yang mewajibkan penggunaan produk dalam negeri selama ini bersifat parsial untuk instansi pemerintah dan BUMN, masing-masing berupa Peraturan Presiden. Kedua aturan tersebut dinilai tidak efektif dan justru menimbulkan keraguan bagi pelaksana di lapangan.

"Untuk itu kita bikin PP karena tingkatnya lebih tinggi dan seharusnya lebih bisa dipatuhi. Saya harap akhir Februari (2015) bisa selesai," katanya.

Dia menjelaskan realisasi P3DN saat ini baru sekitar 33 persen dari target 40 persen pada tahun ini. Dengan berlakunya PP tersebut diharapkan target tersebut tercapai pada 2015. "Ke depan kalau bisa lebih tinggi kita akan dorong," katanya.

Ansari menuturkan untuk memastikan ketentuan P3DN dipatuhi oleh kementerian, lembaga dan BUMN, akan ada pengawasan ketat dan sanksi administratif. "Kita tidak ada sanksi pidana, hanya sanksi administratif. Misalnya, pejabatnya yang lalai kena sanksi tertulis, paling berat dicopot," katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER