Bogor, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menambah jumlah bendungan baru yang akan dibangun sampai 2019, dari total 30 bendungan menjadi 49 bendungan.
Keputusan itu diambil pemerintah usai mendengarkan paparan dan masukan dari para Pemerintah Provinsi di acara temu informal Jokowi dengan para gubernur seluruh Indonesia yang digelar di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (24/11).
"Kita ingin membangun dalam lima tahun ini 30 bendungan. Tapi ternyata, tadi para gubernur menyampaikan ingin bendungan. Ada yang minta tiga, ada yang satu, ada yang dua. Sehingga tadi kita putuskan untuk menaikkan menjadi 49 bendungan," kata Jokowi di Bogor, Senin (24/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penambahan jumlah bandungan baru itu merupakan satu dari sekian keputusan yang diambil Jokowi dalam pertemuan dengan para gubernur hari ini.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional sebelumnya telah memasukkan rencana pembangunan 30 waduk baru ke dalam program infrastruktur prioritas pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sampai 2019 mendatang.
Jika pada 2014 ini jumlah irigasi di Indonesia yang diairi waduk baru menjangkau 7.145 juta hektare sawah, pada 2019 jumlahnya ditargetkan naik menjadi 7.914 juta hektare. Waduk yang akan diselesaikan pemerintah sampai 2019 tersebut terdiri dari 21 waduk yang pembangunannya dilanjutkan, dan sembilan waduk baru. Program pembangunan waduk masuk ke dalam program peningkatan ketahanan air yang sudah ditetapkan pemerintah.
Agenda RutinUntuk dapat mengakomodir masukan dari daerah, Jokowi mengaku akan secara rutin menggelar acara pertemuan informal dengan para Gubernur, Bupati, maupun Walikota. Melalui kegiatan tersebut, Jokowi juga berharap bisa lebih mudah melakukan sinkronisasi kebijakan dan program pemerintah pusat disesuaikan dengan usulan dari Pemerintah Daerah.
"Ini nanti dari pagi hingga full sore kita ingin mendapatkan masukan-masukan dan keinginan-keinginan yang ada di kabupaten, provinsi, dan kota seperti apa," kata Jokowi.
Sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu berpandangan, rencana dan gagasan besar atau makro yang ada di pusat, jika dalam pelaksanaannya tidak sinkron dengan kebutuhan daerah, maka akan sia-sia.