Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter berpotensi meningkatkan inflasi garis kemiskinan 3,9 persen. Untuk meredam bertambahnya jumlah penduduk miskin akibat kenaikan inflasi garis kemiskinan, dibutuhkan dana bantalan atau kompensasi sosial sebesar Rp 115.846 per bulan per rumah tangga per bulan selama enam sampai depalan bulan ke depan.
Hal itu merupakan pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, seperti dikutip dari dokumen hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional yang diterima CNN Indonesia, Selasa (25/11).
"Tanpa intervensi, angka kemiskinan diperkirakan meningkat dari Maret 2014 sebesar 11,25 persen menjadi sekitar 12 persen," jelas Andrinof.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, karena tingginya harga kelompok bahan pangan, maka inflasi barang yang dikonsumsi penduduk miskin (inflasi garis kemiskinan) selalu lebih tinggi dari inflasi umum. Untuk mengendalikannya, pemerintah akan melakukan operasi pasar guna mengamankan harga-harga bahan pokok. "Sasarannya aadalah individu atau rumah tangga kurang mampu yang berpendapatan 40 persen ke bawah. Total perkiraan 64,3 juta jiwa," jelasnya.
Penghematan Anggaran
Dalam dokumen tersebut, Bappenas juga menghitung potensi penghematan anggaran negara dari kenaikan harga BBM bersubsidi, yang bisa mencapai Rp 136,2 triliun pada 2015. Ada dua opsi penggunaan dana penghematan yang disiapkan Bappenas , yakni untuk mendanai program pembangunan atau mengurangi defisit APBN 2015 hingga 1,5 persen PDB.
"Jika defisit APBN 2015 tetap dipertahankan 2,2 persen PDB maka seluruh hasil penghematan dapat dimanfaatkan untuk pendanaan program pembangunan," jelas Andrinof Chaniago.
Menurut Andrinof, dengan asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 90 per barel, maka potensi penghematan anggaran dari kenaikan harga BBM bersubsidi mencapai Rp 136,2 triliun. Dana itu bisa untuk mengurangi defisit APBN 2015 sebesar 1 persen PDB. Namun, jika realisasi ICP meningkat menjadi US$ 95 per barel, maka potensi penghematan hanya sebesar Rp 118,9 triliun, sedangkan persentase defisit yang bisa dipangkas sekitar 1,1 persen PDB. Potensi penghematan akan berkurang lebih besar menjadi Rp 84,1 triliun jika realisasi ICP US$ 105 per barel, tetapi defisit APBN yang bisa dikurangi juga lebih besar sekitar 1,5 persen PDB.
Andrinof Chaniago dalam dokumen tersebut menjelaskan dana penghematan subsidi BBM rencananya akan digunakan untuk mengamankan atau memperkuat perlindungan sosial bagi masyarakat ekonomi rendah. Bentuknya, dengan membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Sasarannya adalah individu atau rumah tangga kurang mampu berpendapatan 40 persen terbawah," jelasnya.