Bandung, CNN Indonesia -- Industri kelapa sawit diimbau untuk segera menerapkan bioteknologi untuk meningkatkan kualitas produksi dan mengurangi penggunaan bahan kimia. Peneliti Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Darmono Taniwiryono mengatakan peluang yang besar dalam industri kelapa sawit mengharuskan pelaku di industri ini untuk meningkatkan produktivitas dan juga kualitas produksinya sehingga dapat lebih diterima di pasar internasional.
“Tantangan ini dapat dijawab melalui bioteknologi, yaitu penggunaan proses manipulasi biologi untuk memperbaiki kualitas kelapa sawit,” ujaR Darmono di Bandung, Jumat (28/11).
Penggunaan bioteknologi dapat dilakukan antara lain melalui proses biologi untuk memperbaiki kualitas tanah. Dengan adanya kualitas tanah yang baik, tingkat kesuburan akan meningkat pula, dan pada akhirnya, produksi berlipat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Namun, untuk menerapkan bioteknologi, kita perlu memiliki komitmen yang kuat untuk membiayai riset di bidang ini. Pada umumnya, riset tersebut memakan biaya yang besar hingga US$ 1,2 juta per tahun,” jelasnya.
Menurut Darmono, pelaku industri kelapa sawit perlu beralih ke penerapan bioteknologi karena beberapa alasan. Pertama, mengurangi penggunaan bahan kimia hingga 37 persen. Kedua, meningkatkan hasil panen hingga 22 persen. Ketiga, meningkatkan profit petani.
Water ManagementSementara Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) Budi Indra Setiawan berpendapat produktivitas kelapa sawit juga dapat ditingkatkan melalui
water management. Menurutnya pengaturan pengairan tersebut harus ditingkatkan keefektifannya agar dapat mendukung pertumbuhan tanaman sawit.
“
Water management ini semakin penting. Apalagi, pada perkebunan di lahan gambut. Water management yang efektif menjadi salah satu cara mengurangi tingkat emisi, khususnya di lahan gambut,” jelasnya.
Namun, Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menyatakan batas muka air lahan gambut ditetapkan maksimal 40 centimeter. Budi menilai, hal itu tidak mengakomodasi pertumbuhan tanaman sawit.
“Kalau batasnya sebesar itu, tidak mengakomodasi pertumbuhan dan akar tanaman sawit,” katanya.