INDUSTRI MIGAS

Koalisi Masyakat Sipil Tuntut Pembentukan Petroleum Fund

CNN Indonesia
Senin, 15 Des 2014 14:53 WIB
Koalisi masyarakat sipil menuntut pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang tentang Minyak dan Gas (Migas).
Koalisi masyarakat sipil menuntut pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang tentang Minyak dan Gas (Migas). (CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi masyarakat sipil mendorong percepatan dilakukannya revisi Undang-Undang tentang Minyak dan Gas (Migas) dengan sejumlah usulan mendesak. Antara lain kembali mengusulkan pembentukan Petroleum Fund atau dana migas yang disisihkan mendukung agenda pemerintah di sektor energi.

"Tujuannya untuk tiga hal, pengalihan energi fosil ke energi bersih terbarukan,  pembangunan infrastruktur migas seperti kilang (refinery), jaringan distribusi gas bumi, terminal gas alam cair, serta kegiatan yang berkaitan dengan cadangan migas baru,” jelas Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia (PWYP), melalui keterangan tertulis, Senin (15/12).

Selain itu, Maryati juga menuntut keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan areal pertambangan. Hal ini penting untuk menyerap kepentingan masyarakat sekitar tambang serta hak-hak masyarakat adat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Di samping itu, pemenuhan hak daerah dalam penyertaan modal (participating interest/PI) juga perlu dikelola dengan tata kelola BUMD dan strategi permodalan yang kuat. Jangan sampai hak PI daerah menjadi perburuan politik rente baru yang lebih menguntungkan pemodal dibanding masyarakat,” kata Maryati.

Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), menuturkan terdapat sejumlah poin tambahan dalam draft revisi beleid yang disusun oleh koalisi masyarakat sipil. Pertama, perubahan model kelembagaan hulu migas yang memungkinkan adanya proses monitoring dan pengawasan sesuai dengan mandat Mahkamah Konstitusi, yang menempatkan fungsi kebijakan pada pemerintah dan fungsi pengelolaan migas kepada BUMN.

“Diharapkan dengan model tersebut dapat terbentuk kelembagaan yang kuat, tidak tumpang tindih dari segi kewenangan, memperkuat posisi negara dalam pengelolaan migas, serta tidak menciptakan peluang rente yang tertutup, sehingga seluruh aspek penguasaan negara yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 dapat terlaksana dengan nyata,” ujarnya.
 
Kemudian, lanjut Henri, publik juga menuntut jaminan pemenuhan hak informasi, partisipasi, dan transparansi di sepanjang rantai proses industri ekstraktif. Cakupan keterbukaan informasi yang diinginkan meliputi keterbukaan kontrak KKKS, penghitungan dana bagi hasil (DBH), data produksi aktual minyak dan gas bumi yang meliputi penjualan dan penerimaan minyak dan gas bumi milik negara, dokumen AMDAL, dan lain-lain.

“Moral hazard seperti korupsi, ketertutupan, tidak transparan, serta kebocoran. Di sisi lain, persoalan kelembagaan juga menjadi tantangan tersendiri dalam tata kelola sektor migas,” tuturnya.

Untuk itu, Henri berharap pemerintah dan DPR bisa duduk semeja guna membahas dan menuntaskan pembahasan revisi UU Migas. “Kami mendesak revisi UU Migas harus dimasukan dan dituntaskan dalam Prolegnas 2015,” tegas Henri.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER