NILAI TUKAR

Rupiah Anjlok, Analis Dorong BI Naikkan Suku Bunga Acuan

CNN Indonesia
Senin, 15 Des 2014 16:52 WIB
Kepemilikan surat utang negara oleh asing per 11 Desember 2014 sebesar Rp 471 triliun, turun Rp 11 triliun dibandingkan posisi awal Desember Rp 482 triliun.
Bank Indonesia (BI) dihimbau menaikkan BI rate menyusul anjloknya Rupiah yang semakin dalam. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikan suku bunga acuan (BI rate) menyusul pelemahan rupiah yang semakin dalam. Pada perdagangan hari ini, Senin (15/12) rupiah anjlok ke Rp 12.713 per dollar AS yang merupakan level terendah sejak Agustus 1998.

"Mungkin BI bakal kembali menaikkan bunga, tapi mungkin diawali dengan kenaikan bunga Fasbi (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia)," jelasnya kepada CNN Indonesia, Senin (15/12).

Menurut Lana, perlambatan ekonomi China dan Indonesia menjadi pemicu investor memborong dollar AS. Untuk menstabilkan pasar, kata Lana, tidak cukup hanya dengan mengandalkan kebijakan moneter, tetapi perlu juga dukungan otoritas fiskal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pemerintah harusnya juga turut menenangkan pasar. Jangan hanya BI yang turun tangan, kalau perlu Presiden Jokowi turun tangan menenangkan pasar,” ujarnya.

Lukman Leong, ​Analis PT Platon Niaga Berjangka, mengatakan kondisi pasar keuangan saat ini seperti yang dikuatirkan investor selama ini. Dia menyarankan BI segera menaikan BI rate mengingat harga dolar yang melambung tinggi.

“Langkah intervensi kurang begitu agresif terkait pelemahan ini. Level ini sudah masuk ke membahayakan. Operasi pasar juga sebaiknya mulai dikaji Kementerian Perdagangan untuk meredam gejolak di masyarakat,” kata Lukman.

Di sisi lain, sejak awal bulan ini hingga 11 Desember, investor asing telah menarik dananya dari pasar obligasi negara sebesar Rp 11 triliun.

Lana menilai aksi jual surat utang negara (SUN) oleh investor asing terjadi akibat imbal hasil (yield) yang terus menurun. Selain itu, neraca perdagangan yang defisit selama 12 bulan membuat SUN Indonesia dinilai rebih rentan bagi investor asing yang menghindari investasi resiko tinggi.  

"Tapi tentunya mereka tidak akan jual tanpa pemicu prospek penaikan suku bunga The Fed dan harga minyak dunia yang turun terus,” kata Lana.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER