Jakarta, CNN Indonesia -- PT Mandiri Sekuritas memperkirakan adanya potensi penjualan hingga Rp 50 triliun pada pasar Surat Utang Negara (SUN) hingga akhir tahun ini. Pelemahan rupiah menjadi alasan investor menjual instrumen investasi yang diterbitkan pemerintah tersebut.
Analis Mandiri Sekuritas Aldian Taloputra dan Leo Rinaldy dalam siaran persnya mencatat sampai 12 Desember 2014, posisi SUN yang terjual sudah sebesar Rp 10,2 triliun. Keduanya meyakini investor akan lebih banyak lagi melepas SUN akibat rupiah yang telah terdepresiasi sejak pertengahan November hingga sempat menyentuh Rp 12.937 per dolar Amerika Serikat (AS). Posisi tersebut merupakan yang terlemah sejak Agustus 1998.
“Ironisnya, pelemahan terjadi di tengah momentum positif dari kenaikan harga BBM subsidi, penurunan harga minyak mentah, risiko politik yang mereda, dan rencana reformasi Presiden Joko Widodo yang menjanjikan,” ujar Aldian dalam riset dikutip Selasa (16/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menyatakan, pada 19 November–28 November 2014 pelemahan rupiah yang dipengaruhi oleh faktor eksternal juga dialami oleh mata uang negara lain. Membaiknya ekonomi AS dan ekspektasi kenaikan Fed
Fund Rate pada 2015 telah menyebabkan permintaan “
greenback” yang lebih besar. Indeks dolar AS terapresiasi 1 persen pada periode 18 November–28 November.
“Untungnya, kenaikan harga BBM bersubsidi mencegah rupiah terdepresiasi lebih dalam karena pasar saham dan pasar obligasi menanggapi kenaikan itu dengan positif,” kata Leo.
Faktor lain yang mencegah rupiah terdepresiasi lebih dalam adalah kenaikan IHSG sebesar 0,9 persen secara bulanan, karena adanya aliran modal asing yang masuk (
inflows) mencapai Rp 1,9 triliun. Sementara imbal hasil SUN bertenor 10 tahun melemah menjadi 7,7 persen dari 7,9 persen pada periode yang sama (
nett inflows asing mencapai Rp 20,4 triliun pada November).
Hal itulah yang menyebabkan rupiah membukukan depresiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mata uang Asean lain pada periode yang sama (Rupiah melemah 0,4 persen dibandingkan mata uang negara Asean lainnya rata-rata 0,5 persen).
Menurut mereka, pelemahan rupiah yang terjadi baru-baru ini didominasi faktor domestik yaitu permintaan valas yang tinggi memasuki akhir tahun yang ditambah dengan keluarnya aliran modal asing (
outflow). Adanya f
oreign outflows sudah terjadi di pasar obligasi, karena tingginya ekspektasi inflasi 2014 dan rugi valas.
Kepemilikan asing pada SUN juga turun menjadi Rp 471 triliun pada pertengahan Desember 2014 dari Rp 481,2 triliun pada November. “Puncaknya terjadi kemarin ketika
yield SUN bertenor 10 tahun naik menjadi 8,5 persen pada 12 Desember, bersamaan dengan pelemahan rupiah dalam jumlah besar ke Rp 12.840 per dolar,” jelasnya.
Berdasarkan kajian Analis Pasar Surat Utang Mandiri Sekuritas, hal itu merupakan dampak dari
sell-off investor untuk menghindari kerugian dari depresiasi rupiah. Pada 2014, investor asing membeli SUN pada rerata
yield to maturity (YTM) 8,2 persen dan posisi rupiah Rp 11.784 per dolar, yang berarti nilai tukar
break-even rupiah berada pada Rp 12.748 per dolar.
“Kami menilai masih ada potensi
sell-off sekitar Rp 50 triliun pada pasar SUN di mana posisi
sell-off sejak awal bulan hingga 12 Desember sudah sebesar Rp 10,2 triliun,” jelasnya.
Keduanya berpendapat titik balik rupiah dapat stabil atau tidak akan terjadi pada 18 Desember 2014 setelah pertemuan The Federal Open Market Committee. Jika rapat tersebut memberi sinyal tidak menaikkan the Fed
Fund rate saat ini, yang lebih cepat daripada prediksi maka Mandiri Sekuritas meyakini tekanan rupiah dari faktor eksternal dapat berkurang, dan sebaliknya.
“Meskipun demikian, Rupiah diprediksi akan melanjutkan pelemahan karena belum ada katalis positif pada periode tersebut,” ujar Leo.