Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah ingin memastikan proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang akan dikerjakan selama lima tahun ke depan tidak ada satu pun yang molor dari target. Hal tersebut berkaca dari tidak selesainya pembangunan sejumlah pembangkit dalam program
fast track program (FTP) yang dikerjakan pemerintahan sebelumnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebut salah satu penyebab utama tidak selesainya pembangunan pembangkit dalam FTP justru karena banyak perusahaan listrik swasta yang tidak menyelesaikan kewajibannya. Untuk memastikan tidak ada lagi pembangkit yang tidak selesai, tiga kebijakan meluncur dari kepala Sudirman, yaitu:
Pertama, pemerintah akan mempercepat proses negoisasi tarif listrik yang diterima perusahaan swasta atau
independent power producer (IPP). "Kami pastikan proses negosiasi akan lebih cepat," ujar Sudirman di Jakarta, Kamis (18/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Strategi kedua, lanjut Sudirman, pemerintah akan memperketat proses due diligence atau uji tuntas kepada IPP dan perusahaan pengembang yang mengikuti proses tender pembangunan pembangkit listrik.
"Nantinya hanya pemain yang memiliki kapabilitas tinggi dalam teknologi, keuangan dan kesungguhan yang akan ditunjuk menjadi pemenang. Wakil Presiden sudah sepakat untuk menunjuk
independent procurement agent yang akan bekerja secara profesional dalam menentukan IPP yang akan membangun pembangkit," jelasnya.
Strategi ketiga adalah pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) membentuk
project management office (PMO) atau unit pengawasan yang bertugas memonitor perkembangan pembangunan pembangkit.
"Mudah-mudahan tiga upaya ini bisa menjawab kerisauan soal kinerja IPP," kata Sudirman.
Di kesempatan yang sama, Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan telah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna membahas pembebasan lahan yang menjadi kendala utama IPP dalam menyelesaikan proyek pembangkitnya. Nur Pamudji mengatakan, BPN telah menemukan solusi sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Pembangkit Listrik.
"Sekarang pembebasan tanah yang dilakukan IPP bisa menggunakan UU tadi sebagai dasar," ungkapnya.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny Keraf meminta pemerintah memfasilitasi upaya komunikasi dengan masyarakat dalam urusan pembebasan lahan.
"Bukan cuma Pemerintah Pusat, melainkan Pemerintah Daerah juga harus maju kedepan untuk menjelaskan dan memberikan pengertian kepada masyarakat," kata Sonny.
Pembangunan pembangkit berkapasitas total 35 ribu MW dimaksudkan untuk memenuhi defisit listrik yang terjadi di sejumlah kawasan. Diantaranya, Pulau Sumatera, Kalimantan Tengah dan wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo.