Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri menyebut biaya yang harus dikeluarkan PT Pertamina (Persero) untuk mengimpor premium mencapai US$ 13 miliar per tahun. Angka ini belum termasuk impor minyak mentah lain, yang jika dihitung bisa digunakan perseroan untuk membangun satu kilang minyak.
“Setiap tahunnya, impor premium mencapai US$ 13 miliar. Pada saat bersamaan, Pertamina juga berencana membangun kilang berkapasitas 300 ribu barel per hari dengan biaya US$ 13 miliar,” kata Faisal dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (19/12).
Menurut Faisal jika impor premium dihentikan selama satu tahun, sesungguhnya biaya yang bisa dihemat cukup untuk membangun kilang. “Jadi penyakitnya ada diimpor ini,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung Wicaksono, Anggota tim yang juga disebut tim Antimafia Migas menambahkan kilang minyak Indonesia yang dioperasikan Pertamina untuk mengolah minyak mentah menjadi produk bahan bakar minyak (BBM) rata-rata sudah berusia tua. Kondisi tersebut menyebabkan biaya pengolahan minyak yang tinggi menjadikan harga BBM yang diolah di dalam negeri menjadi lebih mahal dibandingkan impor.
“Harga BBM dari semua kilang di Indonesia, dari yang dibangun tahun 1930 di Plaju sampai yang paling muda yaitu kilang Kasim di Sorong, itu harganya lebih mahal daripada harga BBM yang kita impor. Ini penyakit yang sangat mendasar,” kata Agung.
Namun, tim Antimafia Migas menolak wacana agar Indonesia mengimpor seluruh kebutuhan BBM karena harganya lebih murah dengan membeli produk jadi. Menurut Agung, masalah energi bukan sebatas hitung-hitungan mana yang lebih murah tetapi juga ada faktor ketahanan energi yang harus dikedepankan.
“Kilang minyak baru tetap harus dibangun, dan kilang yang lama dibenahi,” ujarnya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengaku perusahaannya sudah memahami hal tersebut sehingga mengusung
program peningkatan kapasitas kilang yang dimilikinya sampai 2025 mendatang. Pertamina membutuhkan dana US$ 25 miliar untuk menambah kapasitas kilang tersebut sekaligus memperbaiki teknologi pengolahan minyaknya.
Menurut Ali kilang Pertamina ada yang dibangun tahun 1930 atau 1948, didesain hanya bisa mengolah minyak mentah jenis sweet yang harganya mahal di pasaran. Padahal 93 persen dari komponen biaya itu berasal dari minyak mentah.
“Dengan adanya program peremajaan yang direncanakan Pertamina, diharapkan kilang dapat mengolah jenis minyak mentah yang harganya murah di pasaran sehingga harga bahan baku bisa ditekan,” kata Ali.