Jakarta, CNN Indonesia -- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bakal segera mengganti jajaran direksinya. Seperti diketahui sebelumnya, beberapa masalah sempat menerpa salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Pergantian direksi kali ini bakal menjadi salah satu jalan untuk memperbaiki hal tersebut.
Salah satu yang sempat menjadi buah bibir adalah terkait tukar guling menara Telkom dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. Sebelumnya, Telkom berencana mengakuisisi sampai dengan 13,7 persen kepemilikan di Tower Bersama setelah peningkatan modal melalui penerbitan saham baru, yang ditukar dengan saham Telkom di PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) sebesar 49 persen.
Mitratel sendiri merupakan anak perusahaan yang bergerak di bidang menara yang dikuasai oleh Telkom. Pada tahap awal transaksi, 49 persn saham di Mitratel ditukar setara dengan paling banyak 290 juta saham baru di Tower Bersama, atau sekitar 5,7 persen dari modal saham di Tower Bersama yang telah ditingkatkan melalui penerbitan saham baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tower Bersama bakal menguasai manajemen Mitratel dan akan mengkonsolidasi keuangan Mitratel. Dalam jangka waktu dua tahun, Telkom memiliki opsi untuk menukarkan sisa 51 persen kepemilikan saham di Mitratel yang setara dengan 473 juta saham baru di Tower Bersama.
Nantinya, Telkom akan memperoleh 13,7 persen saham Tower Bersama dan kemudian, Tower Bersama akan menguasai Mitratel. Rencana ini bakal mencatat nilai hingga Rp 11,06 triliun. Namun dari nilai tersebut, Tower Bersama akan menanggung utang Mitratel senilai Rp 2,7 triliun.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai bahwa penjualan anak usaha Mitratel kepada Tower Bersama berpotensi merugikan negara. Alasannya, karena transaksi yang dilakukan bersifat non tunai.
Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi mengatakan kerugian negara dapat disebabkan karena pembayaran bukan tunai karena Tower Bersama membayar Telkom dengan menerbitkan saham baru senilai Rp 7.972 per saham.
"Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh di bawah Rp 7.972. Karena gejolak pasar saham, tidak ada seorang pun yang dapat menjamin bahwa harga saham akan naik atau turun. Jadi transaksi ini sangat berisiko," ujarnya ketika itu.
Saat dikonfirmasi terkait adanya agenda lain selain pergantian direksi, Vice President Public Relations Telkom Arif Prabowo mengatakan kemungkinan tidak ada agenda baru. Dia menyatakan agenda utama tetap pergantian susunan direksi.
“Untuk susunan direksi yang akan diputuskan, bakal ditetapkan oleh pemegang saham mayoritas,” ujarnya kepada CNN Indonesia, Jumat (19/12).
Namun, dirinya enggan menjawab terkait asal kandidat, baik dari internal perseroan, maupun dari luar Telkom. Alasannya, pemegang saham yang memegang kendali atas pemilihan tersebut. Terkait rencana lanjutan perseroan, Arif juga masih bungkam.
“Hal itu bisa ditanyakan setelah Rapat Umum Pemegang Saham,” katanya.