Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai rencana penerapan subsidi tetap bahan bakar minyak (BBM) bukanlah sesuatu hal yang baru, karena instansi tersebut telah berulangkali mengusulkan kepada pemerintah untuk menerapkan skema tersebut.
Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim mengatakan BPH Migas dan pemerintah sudah pernah membahas wacana tersebut berkali-kali sebagai alternatif bentuk kebijakan yang bisa menjadi pengaman (
bumper) bagi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang rentan jebol akibat fluktuasi harga minyak atau pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
“Setiap tahun hal ini selalu terjadi. Sepertinya sekarang pemerintah benar-benar hendak mengimplementasikannya karena berbagai hal terkait subsidi tetap sedang dibahas agar implementasinya bisa berjalan lancar,” ujar Ibrahim dikutip dari siaran pers, Rabu (24/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ibrahim untuk dapat mengejar target bisa
mengimplementasikan subsidi tetap BBM pada Januari 2015 seperti keinginan Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, pemerintah, BPH Migas dan dua perusahaan yang memenangkan tender distribusi BBM bersubsidi tahun depan yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo harus melakukan rapat maraton.
Sejumlah hal yang menurutnya perlu dibahas dan disepakati bersama adalah landasan hukum penerapan subsidi tetap BBM, kemudian BBM jenis apa yang mau disubsidi pemerintah, serta mekanisme penghitungan dan besaran subsidi yang diberikan per liter.
“Jadi ada banyak hal yang harus dibahas,” kata Ibrahim.
Usulan penerapan subsidi tetap BBM di masa Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)
dihembuskan pertama kali oleh Bank Indonesia (BI) pada 17 November 2014 lalu. Kebijakan tersebut diyakini BI akan ampuh menekan laju inflasi ke kisaran 3,5 persen dalam lima tahun mendatang.
"Kalau kita bisa menerapkan penyesuaian harga BBM dan penerapan subsidi tetap, kami meyakini pengelolaan inflasi menjadi jauh lebih baik. Harapannya tahun 2019 bisa 3,5 persen plus minus 1 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus D. W. Martowardojo ketika itu.
Agus mencontohkan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada Juni 2013, yang kemudian memicu lonjakan inflasi ke level 8,3 persen selama tahun berjalan. Realisasi inflasi 2013 itu jauh di atas realisasi tahun-tahun sebelumnya yang hanya di kisaran 3,8 persen pada 2011 dan 4,3 persen pada 2012.
Sebagai informasi, selama ini kebijakan subsidi energi melekat pada harga BBM sehingga beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah rentan terhadap pergerakan harga minyak internasional. Volatilitas juga tercermin pada pergerakan harga barang dan jasa yang distribusinya sangat bergantung pada komponen harga-harga barang yang diatur oleh pemerintah (
administered price), seperti BBM bersubsidi. Hal ini yang menyebabkan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi selalu memicu lonjakan inflasi.