Jakarta, CNN Indonesia -- Terhitung mulai 1 Januari 2015, pemerintah menetapkan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang didistribusikan ke masyarakat melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero).
Seperti kita tahu, harga premium diturunkan Rp 900 per liter dari Rp 8.500 menjadi sekitar Rp 7.600, kemudian harga solar dari Rp 7.500 per liter menjadi sekitar Rp 7.250 per liter, atau turun sekitar Rp 250. Sementara harga minyak tanah tidak mengalami perubahan tetap Rp 2.500 per liter.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim mengatakan setiap kali mengumumkan harga baru BBM, pemerintah selalu menetapkan harga solar lebih rendah dibandingkan harga premium. Dia mencatat, baru sekali Pemerintah Indonesia menetapkan harga jual solar setara dengan premium pada 2009 di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibrahim menjelaskan pemerintah memiliki alasan tersendiri dalam menetapkan harga BBM tersebut yang tidak hanya terikat pada perhitungan harga keekonomian semata. “Minyak tanah ditetapkan paling murah, karena masih banyak digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan rumah tangga. Solar juga demikian, banyak dipakai untuk angkutan barang serta usaha mikro dan nelayan,” kata Ibrahim dikutip dari situs resmi BPH Migas, Jumat (9/1).
Oleh karena sifat kedua jenis BBM tersebut yang sangat strategis, maka pemerintah menetapkan harga minyak tanah dan solar selalu lebih rendah dibandingkan premium. Bahkan dalam menentukan harga BBM periode penjualan Januari 2015, pemerintah menurut Ibrahim masih memberikan subsidi tetap untuk solar Rp 1.000 per liter dan berani mencabut subsidi premium.
“Naiknya harga solar atau minyak tanah bisa berdampak besar pada inflasi karena akan menyebabkan harga barang-barang naik lebih tinggi,” ujarnya.
Namun menurut Ibrahim, pertimbangan penetapan harga BBM bersubsidi di setiap negara berbeda-beda dengan memperhitungkan alasan ekonomi, politik, sosial dan lainnya. Hal itu yang menyebabkan harga BBM bersubsidi di Indonesia berbanding terbalik dengan harga keekonomiannya.
“Kalau diurut harga keekonomian, maka yang paling mahal adalah minyak tanah, solar, dan premium. Tapi harga jual di Indonesia yang paling mahal justru premium, solar, dan minyak tanah,” kata Ibrahim.
Sementara
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan rencana menetapkan harga baru BBM setiap satu bulan dua kali.Pertimbangan mengumumkan perubahan harga BBM per dua pekan, didasarkan pada fluktuasi harga minyak dunia yang bisa terjadi sewaktu-waktu dan kemampuan PT Pertamina (Persero) selaku pemasok BBM nasional. Dia mencontohkan jika minggu pertama tiba-tiba harga minyak dunia turun menjadi US$ 50 per barel dari sebelumnya US$ 60 per barel, maka itu akan jadi keuntungan Pertamina. Tapi jika dalam sebulan itu justru harga naik, maka jadi beban kerugian bagi Pertamina.
"Dua kali sebulan lebih baik. Agar supaya kalau misalnya harga turun, jangan terlalu banyak Pertamina mendapatkan uang, kalau naik jangan terlalu banyak juga beban Pertamina," kata Sofyan.
(gen)