Jakarta, CNN Indonesia -- Rendahnya harga minyak dunia yang sempat berada di bawah US$ 50 dolar per barel telah diprediksi
Indonesian Petroleum Association (IPA) akan menurunkan nilai investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) tahun ini sebesar 20 persen.
Namun dalam pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo, Chairman of the Board and Chief Executive Officer Chevron Corporation John S. Watson memastikan anak perusahaannya PT Chevron Indonesia Company akan meneruskan proyek gas laut dalam atau Indonesia
Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur.
Yanto Sianipar, Senior Vice President for Government Policy and Public Affairs Chevron Indonesia menjelaskan investasi hulu IDD yang akan dikerjakan perusahaannya merupakan investasi jangka panjang yang tidal terpengaruh faktor fluktuasi harga minyak jangka pendek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kami sebagai investor melihat masa depan industri migas di Indonesia sangat cerah, apalagi banyak kebijakan di sektor ini yang dilakukan dengan cepat oleh pemerintah. Kami tidak melihat harga minyak secara
snap shot, tapi jangka panjang,” ujar Yanto usai mendampingi bos besarnya bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat (9/1).
Menurut Yanto, Chevron telah puluhan tahun beroperasi di Indonesia dan sudah memahami bahwa harga minyak dunia pasti akan bergerak fluktuatif. “Sehingga investasi yang kami lakukan tidak pada
short term, tetapi berdasarkan
forecast jangka panjang,” jelasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan Chevron saat ini memproduksi sekitar 300 ribu barel minyak per hari dari area kerjanya di Sumatera dan Kalimantan seperti lapangan Duri dan Minas. Sofyan menjelaskan arti penting investasi proyek gas laut dalam Chevron bagi industri migas Indonesia dan bagi pemerintah sendiri.
“Cadangan minyak Indonesia tinggal 11 tahun dan gas 18 tahun lagi. Kalau tidak menemukan cadangan baru, maka bisa habis. Mudah-mudahan pemerintah bisa segera membuat keputusan atas rencana pengembangan proyek gas laut dalam tersebut,” ujar Sofyan.
Pada awal Oktober 2014, Chevron mengajukan surat penundaan pengembangan proyek laut dalam lapangan Gendalo dan Gehem ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Belakangan diketahui, keputusan untuk menunda proyek senilai US$ 12 miliar tersebut karena perusahaan minyak asal Amerika Serikat menemukan adanya cadangan baru di lapangan Gendalo dan Gehem, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur.
Atas dasar itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kemudian meminta Chevron merevisi ulang rencana pengembangan sumur alias
plan of development (POD) yang sudah diajukan sejak 2008 silam.
Dalam POD awal yang diajukannya, proyek gas laut dalam Chevron diprediksi akan menghasilkan gas sebesar 1.270 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Dimana produksi tersebut berasal dari sejumlah blok yaitu Ganal, Rapak, dan Makassar Strait. Dari tiga blok itu, Chevron akan mengembangkan lima lapangan yakni Bangka, Gehem, Gendalo, Maha dan Gandang.
Dengan adanya penundaan ini, diprediksi kegiatan produksi gas baru bisa dimulai pada 2020 atau mundur dua tahun dari target sebelumnya di 2018.