NILAI MATA UANG

Danareksa: Redenominasi Rupiah Belum Penting

Immanuel Giras Pasopati | CNN Indonesia
Rabu, 14 Jan 2015 18:09 WIB
Rupiah memiliki tingkat pengaruh inflasi yang tinggi. Tapi redenominasi rupiah dianggap belum perlu jadi solusi untuk masalah itu. Mengapa?
Ilustrasi rupiah (CNN Indonesia/Antara Photo/Yudhi Mahatma)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan finansial pelat merah PT Danareksa (Persero) menilai level rupiah saat ini memang memiliki tingkat pengaruh inflasi yang tinggi jika tidak dilakukan redenominasi. Tetapi Danareksa menganggap hal tersebut belum terlalu penting untuk dilakukan saat ini.

“Ya memang harus diakui rupiah saat ini memiliki tingkat inflationary yang tinggi dibandingkan dengan rupiah yang didenominasi. Secara logis, penaikan harga sebesar Rp 1.000 lebih berpengaruh terhadap inflasi ketimbang penaikan Rp 1,” kata Direktur PT Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Rabu (14/1).

Namun, menurutnya saat ini Indonesia belum begitu perlu untuk melakukan redenominasi. Alasannya, Indonesia tidak dalam situasi krisis ekonomi yang membutuhkan pengaturan digit mata uang untuk meredam pelemahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kita belum begitu butuh redenominasi seperti Turki yang sempat terpuruk karena inflasi yang melonjak,” ujarnya.

Lebih lanjut, Purbaya menilai tingkat inflasi Indonesia pada tahun ini bakal lebih terkendali karena beberapa indikator ekonomi yang positif. Menurutnya neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang diprediksi membaik akan berdampak positif bagi kondisi perekonomian dan pasar keuangan Indonesia.

“Saya perkirakan rupiah berada di kisaran 11.700-11.800 pada tahun ini, didukung berbagai faktor,” ujarnya.

Purbaya memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berada pada rentang 5,3-5,4 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi global terutama sebagian mitra dagang utama Indonesia sedikit membaik pada 2015.

“Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ekspor kita,” katanya mengungkapkan.

Sebelumnya, permintaan domestik yang kuat telah memicu penaikan impor, sedangkan kondisi global yang lesu membuat ekspor Indonesia tertekan. Akibatnya, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan. Namun kondisi defisit neraca perdagangan saat ini cenderung menurun.

(ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER