Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah sukses melelang global bond dan sukuk negara, pemerintah kembali membidik pembiayaan dari pasar domestik sebesar Rp 12 triliun dengan merencanakan penerbitan tiga seri surat utang negara (SUN) pada Selasa, 20 Januari 2015.
Ketiga seri SUN tersebut adalah SPN12160107 dengan tenor satu tahun, FR0070 bertenor sembilan tahun, dan FR0068 dengan jangka waktu jatuh tempo 19 tahun.
"Jumlah indikatif yang dilelang sebesar Rp 12 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2015," jelas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Robert Pakpahan melalui siaran pers, Kamis (15/1).
Robert menjelaskan obligasi negara yang akan dilelang mempunyai nominal per unit sebesar Rp 1 juta dengan tingkat bunga bervariasi. Untuk pembayaran bunga SPN12160107 dilakukan secara diskonto, sedangkan FR0070 dan FR0068 masing-masing tingkat bunganya tetap (fixed rate) sebesar 8,375 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penjualan SUN tersebut akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Lelang bersifat terbuka (open auction), menggunakan metode harga beragam (multiple price)," ujar Robert.
Menurutnya, total alokasi pembelian non-kompetitif untuk SUN seri SPN12160107 sebesar 50 persen dari yang dimenangkan. Sementara itu, alokasi pembelian non-kompetitif untuk FR0070 dan FR0068 maksimal 30 persen dari yang dimenangkan.
"Pemerintah memiliki hak untuk menjual ketiga seri SUN tersebut lebih besar atau lebih kecil dari jumlah indikatif yang ditentukan," tuturnya.
Pada Selasa lalu (13/1), pemerintah berhasil menyerap pembiayaan sebesar Rp 6,8 triliun melalui lelang empat seri surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara. Pekan sebelumnya, Jumat (9/1), dana segar senilai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 50 triliun mengalir masuk ke kas negara setelah pemerintah sukses menerbitkan
dua varian obligasi negara berdenominasi dolar AS (global bond). Upaya menggenjot pembiayaan di awal tahun (
front loading strategy) merupakan langkah pemerintah untuk
mengantisipasi risiko pengetatan likuiditas akibat kebijakan normalisasi suku bunga bank sentral Amerika Serikat. (ags/ags)