Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan pemerintah menurunkan harga jual bahan bakar minyak jenis premium sebesar Rp 1.000 per liter dari Rp 7.600 per liter menjadi Rp 6.600 per liter ternyata tidak berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengakui akan ada perbedaan harga jual premium di sejumlah wilayah akibat adanya perbedaan pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
"Contohnya di Bali dimana Pemda-nya mengenakan pajak (PBBKB) sebesar 10 persen atau berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Sementara di wilayah pulau Jawa harganya (sekitar) Rp 6.600 per liter sudah termasuk pajak," ujarnya.
Sudirman menjelaskan dalam menentukan harga jual BBM jenis premium, pemerintah harus menghitung harga dasar dengan komponen biaya pembelian minyak mentah, biaya distribusi, biaya penyimpanan, dan margin. Selain itu pemerintah juga memasukkan biaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen, PBBKB sekitar 5 persen sampai 10 persen dan margin usaha yang juga berada dikisaran 5 persen sampai 10 persen pula.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya ketentuan tadi, tak aneh jika harga premium di Bali akan lebih tinggi karena Pemda Pulau Dewata mengenakan PBBKB sebesar 10 persen dan pelaku usaha SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) diberikan kebebasan untuk menentukan margin usahanya dari 5 persen hingga 10 persen.
"Harga premium di Jawa dan Madura adalah Rp 6.700 per liter sedangkan di wilayah penugasan Rp 6.600 per liter. Sementara harga premium di Bali Rp 7.000 per liter karena pemerintah meminta Pertamina ambil margin sedikit sekali (di wilayah penugasan) yakni dibawah 1 persen," terang Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang.
Subsidi SolarSementara itu untuk BBM jenis solar, pemerintah mengklaim masih memberikan subsidi sebesar Rp 1.000 per liter. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengumumkan telah menurunkan harga jual solar menjadi Rp 6.400 per liter dari angka Rp 7.250 per liter atau turun Rp 850 per liter.
"Solar masih disubsidi Rp 1.000 per liter karena harga keekonomiannya masih Rp 7.400 per liter," kata Sudirman.
(gen)