Jakarta, CNN Indonesia -- Penurunan harga minyak dunia ke level US$ 50 per barel memunculkan dampak ganda bagi perusahaan minyak dan gas bumi (migas). Meski fenomena ini diyakini akan mengganggu kinerja, penurunan harga ternyata memberi kesempatan bagi perusahaan migas untuk berekspansi dengan mengakuisi ladang minyak di luar negeri.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero), Syamsu Alam mengaku saat ini pihaknya tengah membidik sejumlah lapangan minyak yang berada di tiga kawasan, meliputi: Amerika, Afrika, dan Asia Tenggara.
"Kalau di Amerika kami sedang membidik ladang migas di Meksiko. Kami lihat regulasi di sana sudah diubah jadi lebih memudahkan," kata Syamsu di Jakarta, Selasa (20/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, kata Syamsu, Pertamina hanya akan mengakusisi ladang migas yang sudah berproduksi. Ini dilakukan dalam rangka mengurangi resiko kegagalan dari kegiatan eksplorasi.
"Tahun ini kami menyiapkan US$ 1,1 miliar sampai US$ 1,5 miliar untuk akuisisi di luar negeri. Yang pasti dana itu hanya dipakai untuk ladang-ladang yang sudah menghasilkan," tuturnya.
Syamsu mengatakan, dari upaya ekspansi ini Pertamina menargetkan akan memperoleh tambahan produksi sebesar 50 ribu barel per hari (bph). Adapun tahun ini perusahaan migas pelat merah tersebut menargetkan produksi minyaknya berada di angka 329.440 bph atau meningkat 26 persen ketimbang tahun lalu di kisaran 259.680 bph.
"Kami optimistis produksi (minyak) Pertamina terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan kami menargetkan tahun 2025 produksi minyak (perseroan) bisa mencapai 1,5 juta barel (bph) yang 900 ribunya dari dalam dan 600 ribu barel (bph) lainnya dari luar negeri. Jika ditotal dengan gas, produksi ditargetkan mencapai 2,2 juta boepd (Barrels of Oil Equivalent Per Day),” kata Syamsu.
Saat ini, Pertamina diketahui telah memiliki ladang migas di beberapa negara seperti Malaysia, Vietnam, Aljazair, dan Irak.
(ded/ded)