Jakarta, CNN Indonesia -- Profesor Ekonomi University of Manchester Jim O’Neill mengkritik sikap konservatif Dana Moneter Internasional (IMF) yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia. Menurutnya, ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh hingga 6 persen pada tahun ini dengan tetap mewaspadai risiko perlambatan global.
“Saya tidak setuju dengan proyeksi IMF yang memangkas proyeksi pertumbuhan dunia. Saya lebih setuju dengan apa yang dikatakan oleh Menteri Keuangan. Saya percaya pertumbuhan Indonesia bisa mencapai 6 persen atau paling tidak 5,9 persen jika semua berjalan baik,” ujar Jim dalam paparan bersama Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (27/1).
Jim yang juga mantan Chairman Goldman Sachs Asset Management mengatakan IMF terkesan panik dengan merevisi prognosa ekonomi hanya karena pelemahan harga minyak dunia. Padahal, lanjutnya, masih banyak faktor lain yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2015, dari 3,8 persen menjadi 3,5 persen. IMF juga memangkas estimasi laju pertumbuhan PDB tahun depan menjadi 3,7 persen, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 4 persen. Revisi turun dilakukan menyusul penurunan harga minyak mentah dunia yang diyakini memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan kebijakan stimulus bank sentral Eropa sebesar 60 miliar euro tidak akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok bakal menghambat performa Indonesia.
“Dari diskusi semalam dengan Komisi XI DPR, kami masih optimistis. Kami tak mau memperlihatkan ke masyarakat kalau pesimistis. Namun kami harus realistis. Argumen saya, stimulus Eropa tidak akan sebesar stimulus AS sebelumnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, target pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 dipatok sebesar 5,8 persen. Namun, dalam pembahasan revisi neraca tersebut, Komisi XI DPR dan pemerintah menyepakati koreksi pertumbuhan ekonomi menjadi 5,7 persen.
Skenario peseimistis juga tergambar pada revisi asumsi makro ekonomi lain, seperti kurs yang ditetapkan sebesar Rp 11.500 per dolar Amerika Serikat (AS) dan inflasi 5 persen.
(ags/ags)