Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan merevisi kebijakan biaya pencatatat tahunan perusahaan tercatat setelah diserang protes oleh belasan emiten lawas yang merugi.
Ito Warsito, Direktur Utama BEI mengungkapkan pasca- kebijakan itu bergulir, tercatat sebanyak 16 emiten melayangkan protes terkait rumus baru biaya pencatatan (annual listing fee) yang mengacu pada nilai kapitalisasi pasar tersebut. Empat emiten di antaranya membukukan rugi bersih per September 2014.
“Beberapa yang protes adalah emiten yang mencatatkan saham pada 1990-an. Modal yang disetor kecil, ada yang hanya Rp 200 miliar,” ujar Ito di Jakarta, Jumat (30/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ito mengatakan emiten-emiten tersebut mengalami penaikan biaya pencatatan hingga tujuh kali lipat jika rumus baru tersebut diterapkan. Bahkan, ada emiten yang biaya pencatatannya melonjak sampai 20 kali lipat. Ito menyatakan, kebanyakan yang mengeluh adalah emiten berkapitalisasi kecil.
Berdasarkan catatan dari data BEI, terdapat 46 perusahaan yang kapitalisasi pasarnya Rp100 miliar ke bawah. Sementara, 361 perusahaan lain berkapitalisasi Rp 500 miliar ke atas.
Sementara sepuluh emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yakni PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Astra International Tbk. (ASII), PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM).
Selain itu adalah PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM).
Nantinya, revisi biaya pencatatan tahunan nantinya terfokus pada besaran dan bukan pada komponen penghitungan. Dengan demikian, BEI tetap memberlakukan biaya pencatatan tahunan berdasarkan rumus kapitalisasi pasar.
“Bakal kami bayar selisihnya setelah direvisi,” kata Ito.
Aturan biaya pencatatan tersebut sebelumnya dirilis pada Januari 2014 dan mengganti formula biaya pencatatan tahunan emiten dari yang awalnya berdasarkan modal disetor menjadi kapitalisasi pasar.
Rinciannya, emiten dengan nilai kapitalisasi pasar Rp100 miliar ke bawah mesti membayar Rp50 juta. Sementara, perusahaan yang kapitalisasi pasar di atas Rp500 miliar dipukul rata Rp250 juta.
Sementara, bagi emiten berkapitalisasi pasar Rp100 miliar sampai Rp500 miliar, dikenakan biaya pencatatan tahunan Rp500.000 per Rp1 miliar kapitalisasi pasar. Adapun potensi dana dari annual listing fee yang diterima tahun ini mencapai Rp105 miliar.
“Rumusan baru ini lebih adil bagi semua emiten karena dihitung berdasarkan ukuran tiap perusahaan. Semakin besar kapitalisasi pasar, biaya yang dibayarkan makin tinggi. Begitu juga sebaliknya,” kata Ito.
(ags/ags)