Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk membicarakan dengan pemerintah daerah (Pemda) terkait larangan penjualan minuman beralkohol di ritel minimarket dan pengecer.
“Saya kira tidak baik kalau kebijakan tersebut dipukul rata. Sebaiknya dikembalikan ke Pemda sesuai dengan kondisi sosial masyarakat di daerah tersebut,” ujar Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Aprindo ketika dihubungi CNN Indonesia, Senin (2/2).
Menurut Tutum, ada beberapa perbedaan pemahaman sosial yang terjadi di daerah-daerah dalam menyikapi pemberlakuan kebijakan larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket oleh Kementerian Perdagangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kenapa tak ada diskusi dengan pengurus Aprindo di daerah? Harusnya disesuaikan per wilayah,” kata Tutum.
Dia mencontohkan, selama ini tidak ada masalah dengan penjualan minuman beralkohol dari Pemda Jawa Barat. Seperti halnya di Bali dan Lombok yang justru menganggap penjualan minuman beralkohol justru menopang peningkatan pendapatan pariwisata.
“Untuk wilayah tertentu seperti Banten dan lainnya di Jawa Barat memang kontribusi penjualannya nol. Tapi untuk DKI Jakarta terbagi dua, untuk wilayah kota besar dan pemukiman. Tapi di wilayah pemukiman juga tidak signifikan kok. Kalau di Bali memang ada wilayah wisata dan nonwisata. Yang wisata bisa 10-20 persen kontribusi penjualannya,” jelas Tutum.
Untuk diketahui, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel baru saja meluncurkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 tahun 2015 mengenai Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Peraturan tersebut berlaku mulai 16 April 2015. Saat ini, para ritel diberi tenggat waktu untuk menghabiskan stok yang ada. Permendag ini mengatur tentang larangan penjualan minuman beralkohol golongan A atau dengan kadar alkohol 5 persen di ritel atau minimarket dan pengecer.
(gen)