Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Satya Zulfanitra menegaskan pembelian tarif tenaga listrik yang didasarkan pada harga patokan tertinggi kini tak perlu mendapat persetujuan harga dari Menteri ESDM.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 3 Tahun 2015 mengenai Prosedur Pembelian dan Harga Patokan Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan PLTA melalui skema pemilihan langsung dan penunjukan langsung.
"Pembelian tenaga listrik dinegosiasikan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL). Untuk daerah tertentu, harga dapat melebihi harga patokan tertinggi namun harus didasarkan pada harga perkiraan sendiri (HPS) oleh PLN dan wajib sepengetahuan menteri,” ujar Satya seperti dikutip dari laman Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jumat (13/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengacu pada Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015, harga patokan tertinggi adalah harga levelized base pada busbar pembangkit dan merupakan harga dimana pembangkit dinyatakan beroperasi komersial (
Commercial Operation Date).
Satya menjelaskan, harga patokan tertinggi berlaku untuk penunjukan pembelian yang dilaksanakan secara langsung dan pemilihan langsung, serta kerjasama antar wilayah.
Harga patokan tertinggi sendiri diatur dengan mempertimbangkan jenis dan kapasitas pembangkit, dengan menggunakan asumsi-asumsi meliputi
availability factor, masa kontrak,
heat rate,
caloric value dan harga bahan bakar.
Satya mencontohkan harga patokan tertinggi untuk PLTU Mulut Tambang dengan kapasitas 100 MW adalah US$ 8,21 sen per kWh (
kilo Watt hour) dengan asumsi
availability factor (AF) 80 persen, masa kontrak 30 tahun,
heat rate di 3.200 Kkal per kwh,
calorific value 3.000 Kkal per kg, dan harga batubara US$ 30 per ton.
“Harga ini bisa berubah kalau asumsi berubah, jadi harga patokan tertinggi bukanlah harga mati," jelasnya.
Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mempercepat pengembangan pembangkit tenaga listrik oleh PLN. Penerbitan Permen ini sendiri dimaksudkan untuk mempercepat waktu negosiasi antara PLN dengan perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) dan mengatur mengenai harga patokan tertinggi, serta memberikan kepastian bagi PLN dalam pelaksanaan pembelian tenaga listrik.
“Biasanya setiap listrik IPP yang dibeli oleh PLN membutuhkan persetujuan Menteri. Namun dengan Permen ini, asal harga di bawah harga patokan tertinggi, tidak perlu persetujuan Menteri. Ini mempermudah dan mempercepat,” ujar Satya Zulfanitra.
Sebagai tindak lanjut Permen ini, PLN wajib mengumumkan rencana pembelian sesuai RUPTL serta wajib menyusun standar dokumen pengadaan dan standar PJBL per jenis pembangkit. PLN pun diminta mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai prosedur pembelian.
(gen)