Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia siap memasok konsentrat untuk perusahaan asal Tiongkok yang disodorkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Papua guna membangun
smelter di kawasan tersebut.
“Siapapun nanti yang diberi tugas membangun
smelter di Papua oleh pemerintah, secara
business to business kami siap membuat kontrak kerjasama untuk memasok konsentrat yang akan dimurnikan,” ujar Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dikutip dari laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (17/2).
Sebelumnya Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM memastikan rencana pembangunan
smelter Freeport di Papua batal usai pemerintah melakukan pemantauan langsung lokasi pertambangan Freeport, Sabtu (14/2) kemarin. Batalnya rencana pembangunan
smelter tersebut akibat manajemen perseroan tidak dapat menemukan keekonomian proyek pembangunan
smelter di Papua tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai gantinya, pemerintah akan menunggu proposal dari BUMD Provinsi Papua yang mengaku telah menggandeng salah satu perusahaan Tiongkok untuk membangun
smelter tersebut. Sampai saat ini Sukhyar mengaku belum mendapat proposal resmi dari calon investor asal Tiongkok tersebut.
Proyek Rp 2 Triliun
Dalam presentasinya di hadapan Menteri ESDM Sudirman Said, Gubernur Papua Lukas Enembe mengaku BUMD-nya akan menjadi mitra satu perusahaan Tiongkok untuk melakukan pembangunan tahap pertama suatu kawasan industri seluas 650 hektare di Papua. Dalam kawasan tersebut akan berdiri industri pupuk, petrokimia, hingga elpiji
filling plant.
Termasuk di dalamnya satu pabrik pengantongan semen yang sedang dibangun oleh Freeport dengan nilai investasi US$ 25 juta yang setelah beroperasi nanti akan dikelola oleh Pemerintah Daerah melalui BUMD. Bahkan Bupati Mimika Eltinus Omaleng mengaku siap menyediakan lahan hingga 2 ribu hektare jika diperlukan untuk membangun kawasan industri di Papua tersebut.
“Kami hitung untuk investasi awal membutuhkan dana Rp 2 triliun. Kami mengangankan produk akhir berbasis tembaga bisa dihasilkan Indonesia, jangan meneruskan mengekspor produk mentah. Papua siap mengembangkan industri hilir ini yang dampaknya kami yakini dapat lebih mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Papua,” ujar Lukas Enembe.
Sementara itu Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan kapasitas
smelter sekurangnya 4 juta ton per tahun. Untuk itu, pemerintah menurutnya akan mengundang seluruh pihak yang berminat untuk berinvestasi di bidang pengolahan dan pemurnian bahan galian tambang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
“Pemerintah Daerah telah menunjukan kesiapan untuk mengembangkan infrastruktur, termasuk pembangunan
smelter. Di lokasi yang disiapkan telah ada pelabuhan yang beroperasi, fasilitas listrik yang ada tinggal dikembangkan kapasitasnya. Semuanya terhubung dengan jalan raya,” kata Sudirman.
(gen)