Jakarta, CNN Indonesia -- Lonjakan harga beras yang terjadi belakangan dini dipastikan merupakan akibat dari praktik penimbunan beras yang dilakukan oleh para tengkulak. Hal tersebut diungkapkan Winarto, seorang petani sekaligus pedagang beras kecil asal Cianjur, Jawa Barat.
Winarto menjelaskan, pada umumnya kenaikan harga beras disebabkan oleh beberapa hal seperti naiknya harga pupuk, naiknya harga benih, serangan hama yang mengakibatkan panen sedikit, keringnya air di irigasi pada musim kering, sampai praktik penimbunan beras oleh pedagang besar.
“Naiknya harga beras kali ini karena yang memainkan harga itu para tengkulak, tinggal pemerintah bisa cepat mengatasi atau tidak,” kata Winarto ketika dihubungi CNN Indonesia, Rabu (25/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengaku lonjakan harga yang terjadi sekarang ini sama sekali tidak dirasakan keuntungannya oleh para petani dan pedagang kecil. Sebab, harga pembelian para tengkulak dari petani tidak tinggi. Sementara dengan menahan stok, para tengkulak disebutnya bisa mendapatkan harga jual yang tinggi dari masyarakat.
Bagi petani seperti dirinya, Winarto menjelaskan penentuan harga beras hanya terjadi sekali dalam satu musim. "Harga dihitung mulai dari pembibitan, pembelian pupuk, sewa traktor, pemberantasan hama, hingga proses panen. Satu musim panen tergantung dari jenis padinya, bisa 3 bulan hingga 6 bulan," katanya.
Dia mengungkapkan saat ini harga gabah basah ketika baru dipanen dari sawah hanya Rp 4 ribu per kilogram. Untuk dapat memperoleh nilai tambah, gabah basah tersebut harus dijemur dan digiling hingga menjadi beras.
Gabah kering biasanya disimpan di dalam gudang sebelum waktu penggilingan. Karena tidak memiliki mesin penggiling sendiri, Winarto mengaku harus menunggu giliran sewa mesin. Setelah digiling, beras dimasukkan dalam kemasan untuk dijual kepada masyarakat langsung.
"Bila sudah dikemas, saya jual beras Rp 13 ribu sekilo untuk kualitas beras premium jenis mentik wangi. Kalau yang kualitas medium, harganya cuma Rp 10 ribu sekilo," katanya.
Winarto selama ini selalu melakukan distribusi beras sendiri langsung kepada pelanggannya karena kapasitas produksi masih terbilang kecil, dari sekitar 12 hektare sawah miliknya. Satu hektare sawah sekali panen dapat menghasilkan 6 sampai 8 ton gabah basah.
Meskipun harga eceran di pasar naik, dia mengaku tidak berniat untuk ikut menaikkan harga karena pembelinya kebanyakan adalah masyarakat yang langsung mengonsumsi beras tersebut, bukan pengecer. "Saya bukan pedagang," tukasnya.
(gen)