Harga Naik, Pemerintah Gagal Antisipasi Paceklik Beras

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 24 Feb 2015 16:27 WIB
Perum Bulog disarankan melibatkan kepolisian untuk memastikan distribusi beras di suatu wilayah tidak ditimbun atau diselundupkan ke wilayah lain oleh spekulan.
Dua ibu menggendong beras yang dibeli dalam rangka operasi pasar di Kelurahan Pondok Bambu, Jakarta, Minggu, 22 Februari 2015. Kementerian Perdagangan dan Perum Bulog menggelar operasi pasar beras untuk kembali menstabilkan harga beras yang tak kunjung turun. Harga beras yang dijual Bulog jauh lebih murah daripada di pasar tradisional karena langsung menyasar konsumen. Bulog menjual beras medium Rp 7.400 per kg dan beras premium dipatok Rp 9 ribu per kilogram dalam operasi pasar. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai gagal mengantisipasi masa paceklik yang biasa terjadi pada akhir dan awal tahun menyusul melonjaknya harga beras di Ibu Kota Jakarta. Syamsul Hilataha, Mantan Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, perusahaan pengelola Pasar Beras Cipinang, mengatakan seharusnya pemerintah melalui Perum Bulog mulai meningkatkan pasokan beras sejak akhir tahun 2014 guna menstabilkan harga di pasar.

"Seharusnya ini tidak perlu terjadi kalau musim paceklik diantisipasi. Kita kan tahu Desember, Januari, Februari itu paceklik dan baru masuk panen raya pada akhir Maret atau awal April. Operasi pasar seharusnya sudah terjadi," ujar Syamsul kepada CNN Indonesia, Selasa (24/2).

Dia menilai telat jika operasi pasar terbuka (OPT) baru dilangsungkan pada saat ini, ketika harga beras melambung tinggi. Menurutnya, kebijakan ini justru akan dimanfaatkan para spekulan mengingat minimnya pengawasan distribusi beras melalui OPT.

"Dulu waktu saya tangani PT Food Station, saya langsung ketemu Kapolda untuk mengamankan distribusi beras melalui OPT di lima wilayah. Kalau sekarang kan tidak, kita lihat orang bisa bawa beras kemana-mana tanpa dikawal," tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, Syamsul menganjurkan Perum Bulog melibatkan aparat penegak hukum untuk memastikan beras yang dikucurkan melalui OPT tidak keluar dari wilayah operasi. Hal ini penting untuk menutup celah spekulan memainkan harga dengan memanfaatkan masyarakat kecil.

"Karena beras OPT itu banyak yang berminat untuk membeli. Kalau lari ke daerah wilayah lain, harus ditangkap. Karena bisa masuk lagi setekah dioplos," tuturnya.

Syamsul menjelaskan setiap tahunnya ada dua periode masa paceklik yang wajib diantisipasi oleh pemerintah. Setidaknya dibutuhkan minimal 1.000 ton beras dari gudang Bulog untuk mendukung OPT sehingga stabilisasi harga tercipta dengan cepat.

"Waktu zaman saya, tidak sampai sebulan (sejak OPT) harga beras turun," klaim Syamsul. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER