Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi menilai rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini sangat dipengaruhi oleh rencana kebijakan yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Bank Sentral disebut Gundy sudah tidak lagi fokus mengontrol tinggi atau rendahnya nilai tukar rupiah, tetapi lebih kepada
real effective exchange rate (REER).
"Jadi mulai saat ini BI tidak akan dogmatik mati-matian menjaga rupiah di bawah Rp 13 ribu," kata Gundy di Jakarta, Rabu (25/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gundy menilai BI tidak bisa melawan arus market sehingga kebijakan yang diambil saat ini sangat tepat dengan melihat begitu dominannya dolar terhadap seluruh mata uang dunia.
Dia mengatakan, BI sudah belajar dari tahun 2013 ketika semakin lama kebijakan intervensi rupiah dilakukan justru akan membuat mata uang garuda semakin anjlok.
Menurutnya, saat ini yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan BI adalah pengaruh gejolak rupiah ke pertumbuhan ekonomi yang diyakini akan parah.
Pemerintah diharapkan mampu mengurangi ketergantungan impor barang konsumsi jika tidak ingin rasio defisit neraca transaksi (CAD) semakin lebar dari PDB.
"Adanya risiko pertumbuhan ekonomi adalah dari segi rupiah. Mau tidak mau karena capital goods masih diimpor dengan nominasi dolar," katanya.
Sepanjang hari kemarin, kurs tengah BI tercatat Rp 12.887 per dolar. Angka tersebut meningkat 3,31 persen, dibandingkan catatan nilai tukar 2 Januari 2015 atau awal tahun di angka Rp 12.474 per dolar.
(gen)