Menteri ESDM: Pengadaan Listrik, Jangan Hanya Salahkan PLN

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Minggu, 01 Mar 2015 16:20 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan proyek pengadaan listrik sebesar 35.000 megawatt tanggung jawab semua pihak yang terkait.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memberi keterangan pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu, 25 Januari. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan proyek pengadaan listrik sebesar 35.000 megawatt bukan hanya tanggung jawab PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), tetapi juga semua pihak yang terkait.

“Memang pengadaan 10.000 megawatt tahap 1 dan 2 mengalami keterlambatan. Namun saya ingin menekankan bahwa membangun listrik tidak cukup dibebankan pada PLN dan Kementerian ESDM. Kita tidak bisa mengatakan semata PLN yang menanggung semua kekeliruan,” ujar Sudirman dalam diskusi di Bakoel Koffie, Jakarta, Minggu (1/3).

Sudirman menyatakan, hambatan yang terjadi berasal dari semua sisi. Dia memaparkan, hal itu mulai dari proses penunjukan sampai implementasi yang menyangkut banyak stakeholder. Dia menyatakan ada delapan hambatan besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Beberapa di antaranya adalah pembebasan lahan, perijinan pusat maupun daerah, financing, dan kredibilitas dari developer maupun kontraktor,” jelasnya.

Dia mencontohkan, sampai saat ini hanya ada 14 kontraktor yang tertarik, dan baru empat yang konfirmasi untuk membangun. Lebih lanjut, Sudirman membeberkan, para kontraktor pun mengalami kerugian.

“Kemudian ada masalah koordinasi antar kementerian. Jadi sebaiknya pemerintah membuat suatu terobosan. Pertumbuhan kebutuhan listrik pasti terjadi dengan target pembangunan ekonomi saat ini. Total yang dibutuhkan sebenarnya 44.000 megawatt,” jelas Sudirman.

Berdasarkan peraturan yang ada, lanutnya, pemerintah bertanggung jawab untuk membebaskan lahan guna pengadaan listrik. Sudirman menyatakan pihaknya perlu ijin dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Agraria untuk pengadaan lahan.

“Kemudian untuk analisis dampak lingkungan (amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup. Saya kira dengan kerja sama lintas sektor, suasana akan berbeda. Selain itu, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga mempermudah,” jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Batubara PLN, ‎Helmi Najamudin menyatakan kebutuhan PLTU yang dikelola PLN dan Independent Power Plant (IPP) di seluruh Indonesia pada 2015 diprediksi bakal mencapai 87,65 juta ton. Sementara itu, hingga 2019, diperkirakan kebutuhan bakal mencapai 166,16 juta ton.

“Jumlah itu sudah menghitung rencana pemerintah untuk pengadaan listrik 35.000 megawatt. Maka akan ada penambahan kebutuhan yang cukup signifikan,” jelasnya.

Dia menjelaskan, pada 2015, kebutuhan batubara PLTU milik PLN dan IPP bakal bertambah 11,4 juta ton untuk program 35.000 megawatt tersebut. Jumlah tersebut bakal terus meningkat hingga pada 2019 diperkirakan mencapai 89,9 juta ton dari total kebutuhan 166 juta ton.

Padahal, dalam susunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Tahun 2015-2019 dituliskan bahwa kebutuhan batubara untuk PLTU hanya mencapai 119 juta ton.

“Makanya susunan RPJMN itu tidak sesuai dan sebaiknya direvisi, karena ada selisih sekitar 60 juta ton dengan perhitungan PLN,” ungkap Helmi di Jakarta, Kamis (26/2). (gir/gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER