Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/ INACA) menilai dampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga menembus Rp 13.000 memberatkan industri penerbangan tanah air. Soalnya pendapatan maskapai di Indonesia dalam bentuk rupiah sementara sebagian komponen biaya dibayarkan dengan mata uang dolar.
“Kalau rupiah makin lemah terus makin berat memang (bagi) maskapai karena biaya maskapai itu boleh dikatakan hampir semua dalam mata uang dolar, cukup tinggi, cukup banyak,” kata Tengku Burhanuddin Sekretaris Jenderal INACA ketika ditemui di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (10/3).
Menurut Tengku, hampir 40 persen komponen biaya pesawat yang terdiri dari biaya sewa pesawat, biaya asuransi dan biaya perawatan dibayarkan dalam mata uang dolar dolar.
“Di luar itu tentunya avtur meskipun (harga) minyak dunia turun tetapi kita beli dalam rupiah dan Pertamina belinya dalam dolar, jadi akhirnya karena kurs dolarnya tinggi tentu harga avturnya juga naik,” ujar Tengku.
Tengku menyebutkan, ketika menyusun tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBT) tiket pesawat dengan Kementerian Perhubungan, pertimbangan nilai tukar rupiah yang digunakan adalah Rp 13.000 per dolar sehingga apabila nilai tukar rupiah terus menerus melemah bukan tidak mungkin nanti akan ada penyesuaian formula tarif kembali. Kendati demikian, untuk saat ini maskapai masih menunggu perkembangan nilai tukar lebih lanjut.
“Di lain pihak juga kan mengetahui ekonomi kita kan tidak terlalu baik ya, jadi bukan hanya itu saja, daya beli masyarakat juga menurun dan ini bisa mempengaruhi ekonomi kita dan tentunya akan mempengaruhi dunia penerbangan kita,” kata Tengku.
Senada dengan Tengku, Managing Director PT Transnusa Aviation Mandiri merangkap Ketua Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto, juga menyatakan depresiasi kurs rupiah terhadap dolar membebani biaya operasional maskapai.
Menurut Bayu, depresiasi kurs rupiah mempengaruhi sekitar 70 persen dari komponen biaya operasional pesawat, termasuk biaya avtur. Sehingga apabila rupiah terdepresiasi 10 persen sewajarnya ada kenaikan harga tiket sebesar 7 persen. “Kalau depresiasi rupiahnya 10 persen ya mestinya ada kenaikan tiket atau surcharge 7 persen,” kata Bayu melalui pesan singkatnya kepada CNN Indonesia.
Kendati demikian, dalam menentukan harga maskapai juga mempertimbangkan kondisi permintaan dari penumpang. “Tetapi harga tiket dipengaruhi faktor demand and supply. Seperti dalam kondisi low season yang low demand tentu naikkan harga tiket juga tidak efektif,” kata Bayu.
Saat ini, maskapai yang melayani penerbangan di bagian Indonesia Tengah dan Timur masih menyesuaikan harga tiket mendekati batas atas yang ditentukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(ded/ded)