Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Keuangan Indonesia (YLKI) menilai tingkat pengaduan konsumen di Indonesia masih rendah. Hal tersebut merefleksikan iklim perlindungan konsumen Indonesia yang belum kondusif.
"Semakin tinggi complaint rating itu berarti iklim perlindungan konsumen itu semakin bagus," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rabu (11/3).
Berdasarkan data YLKI, terdapat 1192 pengaduan konsumen yang dialamatkan ke YLKI selama tahun 2014. Sementara itu, dalam periode yang sama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menerima 800 pengaduan, sedangkan Kemendag menerima sekitar 400 pengaduan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
YLKI menilai jumlah tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan India, yang dalam setahun lembaga bantuan konsumennya mencatat sekitar 70 ribu pengaduan. Sementara itu, Malaysia dan Hongkong dalam setahun mencatat sekitar 30 ribu pengaduan konsumen.
Menurut Sudaryatmo, rendahnya tingkat pengaduan konsumen di Indonesia disebabkan oleh dua hal, yaitu rendahnya kesadaran konsumen untuk mengadu dan terbatasnya akses pengaduan konsumen. "Jadi kalau ada awarenessnya tetapi tidak ada access pointnya juga mau kemana," kata Sudaryatmo.
Saat ini sudah terdapat 159 kantor BPSK yang tersebar di pemerintah kota dan kabupaten di Indonesia. Selain itu, terdapat pula 300 kantor Lembaga Pengaduan Konsumen Swadaya Masyarakat.
Kendati demikian, lanjut Sudaryatmo, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan untuk menyampaikan pengaduan kepada lembaga terkait ketika kerugian yang dialami besar. "Konsumen Indonesia baru mengadu kepada YLKI kalau sudah dihadapkan kepada penderitaan yang dahsyat," tutur Sudaryatmo.
Oleh karena itu, diperlukan upaya berbagai pihak untuk dapat meningkatkan kesadaran konsumen dan menginformasikan keberadaan akses pengaduan tersebut.
Ketua Tim Survey Indikator Keberdayaan Konsumen Kemendag Ujang Sumarwan menyatakan adanya perilaku mengeluh oleh konsumen dapat dijadikan indikator keberdayaan konsumen. "Dengan mereka (konsumen) komplain berarti mereka sudah berani mengekspresikan kekecewaannya dan sebetulnya itu menggambarkan pemerintah sudah berhasil mendidik masyarakat dalam berbagai hal," kata Ujang.
Konsumen yang cerdas, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, mengetahui bahwa harus ada kepuasan yang didapat atas barang yang akan dikonsumsi. Ketika hal tersebut tidak tercapai, maka konsumen akan berusaha menyampaikan aspirasinya melalui pengaduan.
Dengan adanya pengaduan konsumen, lanjut Ujang, pada akhirnya dapat mendorong perusahaan penyedia barang ataupun jasa untuk memberikan kualitas yang terbaik. "Aspirasi semakin tinggi, tuntutan semakin tinggi," ujarnya.
(ags)