Dulu Jualan Pecal, Anak Muda Ini Sukses Pasarkan Tas ke Eropa

CNN Indonesia
Jumat, 13 Mar 2015 16:24 WIB
Bermula dari dagang serabutan, Wahyu Adjisetiawan akhirnya mendapati suksesnya justru ada di bisnis tas fesyen. Tasnya bersanding dengan merek terkenal.
Wahyu Adjisetiawan (CNN Indonesia/Deddy S)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bermula dari dagang serabutan, Wahyu Adjisetiawan akhirnya mendapati suksesnya justru ada di bisnis tas fesyen. Tasnya bahkan sudah merambah pasar Eropa. Di benua biru, tas bermerek Evrawood yang dipasarkan Adji, bersanding dengan merek-merek terkenal.

Bermacam-macam produk dijual Adji saat masih duduk di bangku kuliah. Mulai dari stiker sampai kaus, dari pecal sampai crepes. Sampai suatu ketika ada pengajar yang menawarkan dia berjualan 400 tas dalam sebuah acara di kampus.

“Saya terima saja, ketika pulang baru mikir dari mana tasnya,” kata Adji kepada CNN Indonesia, di Jakarta, Jumat (13/3). Berbekal Yellowpages, Adji akhirnya menemukan produsen yang bisa membuatkannya tas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bisnis tas ini rupanya mendatangkan kepuasan bagi Adji. Dia pun melebarkan sayap dan memproduksi merek sendiri bernama Ortis. Sebuah tawaran kontrak 5.000 tas dari Eropa disambarnya. Tapi saat itu dia tersandung masalah paten.

Tas yang sudah sempat diekspor harus ditarik pulang dan Adji kelimpungan membayar pemasok karena dia juga harus membayar denda kepada distributor di Eropa.

Tanpa malu, Adji akhirnya membujuk pemasok supaya memberikannya kelonggaran pembayaran. “Karena sudah percaya, mereka malah menambah bahan baku dan saya kembali berbisnis,” ujar sosok yang merasa passion-nya di dunia fesyen ini.

Pada 2011 Adji menelurkan merek terbarunya, Evrawood. Tas ini ternyata diminati masyarakat di Inggris, Swedia, Belanda, Italia, dan Jerman. Begitu juga di Singapura dan Malaysia. Tas-tas Evrawood bersanding dengan merek-merek dunia macam Braun Buffel, Camel Active, dan Condotti.

Sebanyak 40 persen produksi tas Evrawood, yang mencapai 8.000 tas per bulan, dijual di Indonesia secara online di marketplace macam Lazada, Rakuten, dan sebagainya, dengan harga antara Rp 490 ribu sampai Rp 2.500.000. Lalu sebagian besar dijual oleh distributor di di Eropa, Singapura, dan Malaysia, dengan banderol antara Rp 1.500.000 sampai Rp 2.500.000.

Di tengah nilai tukar rupiah yang melemah, Adji dan bisnisnya justru untung karena produknya diekspor, dijual dengan mata uang setempat di Eropa, serta bahan bakunya 100 persen lokal.

Di sekitar workshop-nya di Surabaya, Adji menggandeng rumah tangga untuk mengerjakan bagian pengeleman, melipat, dan menjahit yang kecil-kecil. Dari pekerjaan sederhana semacam itu, tiap orang, kata dia, bisa mendapatkan Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per bulan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER