Penetapan Pajak E-Commerce Diminta Berhati-hati

Deddy S | CNN Indonesia
Senin, 09 Mar 2015 06:47 WIB
Wacana penetapan pajak untuk transaksi e-commerce dinilai perlu dipikirkan ulang secara hati-hati. Sebab industri itusedang menggeliat.
Gudang toko online Lazada.(CNN Indonesia/Hani Nur Fajrina)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana penetapan pajak untuk transaksi e-commerce dinilai perlu dipikirkan ulang secara hati-hati. Sebab industri e-commerce sedang menggeliat dan butuh dukungan pemerintah.

“Membayar pajak itu wajib, namun jika pengenaan pajak tidak tepat pada objeknya, ini bisa mematikan bisnis,” tutur William Henley, pendiri IndoSterling Capital Group, yang juga aktif dalam bisnis teknologi startup di Indonesia, Minggu (8/3) malam.

William mengakui pertumbuhan transaksi e-commerce di Indonesia relatif besar dibandingkan negara-negara tetangga. Namun prestasi itu belum mencetak perusahaan e-commerce besar dalam skala regional maupun global yang mau melantai di Bursa Efek Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data lembaga riset ICD pada 2012-2015, pasar e-commerce di Indonesia akan tumbuh 42 persen, sedangkan Malaysia hanya tumbuh 14 persen, Thailand 22 persen, dan Filipina 28 persen.

Tak heran jika investor asing berdatangan ke Indonesia, sebut saja beberapa yang sempat bermitra dengan MNC Group seperti Rakuten asal Jepang dan Tencent asal Tiongkok. Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informasi, nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada 2014 baru mencapai Rp 150 triliun, masih jauh lebih kecil dibandingkan Tiongkok yang sudah menembus Rp 6.000 triliun.

"Perlu dicarikan caranya supaya e-commerce lokal dapat tumbuh dan berkembang di tanah air dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai layu sebelum berkembang karena didera masalah pajak e-commerce apalagi para e-comerce lokal tersebut juga harus bersaing dengan perusahaan e-commerce asing yang memiliki struktur permodalan yang jauh lebih besar dan kuat," kata William.
 
Penduduk Indonesia memang tak sebanyak Tiongkok. Begitupun dengan penetrasi internet juga belum sebesar negara yang telah menelurkan perusahaan raksasa seperti Alibaba yang telah mencatat rekor IPO (initial public offering/penawaran saham perdana) terbesar dalam sejarah pasar modal dunia.

Di Indonesia, kata William, bisnis e-commerce atau belanja online kian menjamur, tak hanya melalui nama-nama besar seperti Lazada, Tokopedia, atau penyedia jasa jual beli seperti Kaskus, penjualan kupon seperti Groupon hingga situs LOKAmedia.com yang menjadi wadah bagi pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang baru menjajakan produknya melalui Internet.

"Multiplier effect dari toko online ini sangat besar, mengurangi angka pengangguran karena kaum muda lebih kreatif membuka sumber penghasilan sendiri, serta menumbuhkan bisnis distribusi barang," katanya, seraya menyarankan perlu kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan sebelum menetapkan aturan pajak supaya tak mematikan usaha yang baru berkembang.

(ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER