Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan membangun 22 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) pada tahun ini dengan dana investasi mencapai Rp1,69 triliun di APBNP 2015. Sejalan dengan itu, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero) akan mendapat tugas tambahan untuk membagikan sekitar 200-500 unit
converter kit di setiap SPBG.
"Tahun ini kami akan bagikan gratis
converter kit untuk kendaraan umum dan kendaraan dinas, masing-masing 200-500 unit per SPBG," ujar IGN Wiratmaja Puja, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas di acara Natural Gas Vehicle & Infrastructure Indonesia Forum & Exhibition, Kamis (19/3).
Pembangunan SPBG rencananya akan dilakukan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Saat ini SPBG di seluruh Indonesia baru mencapai 47 unit. Dari jumlah itu, hanya 28 unit yang telah beroperasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiratmaja menjelaskan pengadaan
converter sekaligus SPBG merupakan paket
bundling yang diamanatkan pemerintah kepada PGN dan Pertamina. Untuk pengadaan
converter, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan di bawah koordinasi Menko Perekonomian akan merumuskannya.
"Ini bukan program konversi (BBM ke gas), melainkan diversifikasi energi," jelas Wiratmaja menegaskan.
Menurut Wiratmaja, diversifikasi bahan bakar gas didorong karena mempertimbangkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang melonjak seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan. Pemerintah mencatat jumlah kendaraan di Indonesia meningkat rata-rata 10 persen per tahun di mana saat ini sudah mencapai 13 juta unit.
"Total konsumsi BBM kita saat ini mencapai 86 juta kilo liter. Tinggi sekali, sedangkan kita tahu sebagian besar harus impor karena produksi kita tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri," tuturnya.
Dengan potensi sumber daya gas yang cukup besar, Wiratmaja mengatakan menjadi dasar pemerintah untuk kembali menginisiasi program diversifikasi bahan bakar dengan mendorong penyediaan
compressed natural gas (CNG) dan infrastruktur pendukungnya. Untuk itu, pemerintah telah mengalokasikan jatah distribusi gas ke Pertamina dan PGN untuk menyukseskan program tersebut.
"Memang prosesnya masih butuh waktu karena menunggu PJBG (perjanjian jual beli gas). Mei harusnya yang PGN sudah selesai. Kalau Pertamina sudah siap gasnya sejak 2013," kata Wiratmaja.
Dengan pengembangan pasar CNG tersebut, Wiratmaja berharap investor swasta tertarik untuk masuk ke Indonesia dan ikut membangun infrastruktur gas.
"CNG ini harganya sangat murah, hanya Rp 3.100 per liter setara premium (LSP) di Jabodetabek. Konsumen harusnya senang karena lebih dari separuh harga BBM," ujarnya.
Namun, Wiratmaja mengakui tantangan terberat dalam pengembangan pasarnya adalah dari sisi kendaraan penggunanya. Untuk itu, perlu sosialisasi dan pengadaan konverter kit serta mendorong produksi kendaraan baru yang sudah tertanam konverter di dalamnya.
"Untuk itu Gaikindo sudah oke, tapi butuh waktu 12-14 bulan bagi mereka untuk memproduksinya," ujar Wiratmaja.
Danny Praditya, Direktur Utama PT Gagas Energi Indonesia, anak usaha PGN, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menjalankan penugasan dari pemerintah terkait diversifikasi bahan bakar gas. Untuk itu, PGN berinisiatif untuk membagikan 50 unit konverter kepada kendaraan angkutan umum di wilayah Bogor untuk menyosialidasikan sekaligus melihat respons pasar.
"Yang kami butuh saat ini support kuat dari pemerintah karena walaupun sudah dialokasikan (gas) tapi belum bisa direalisasikan," katanya.
Robby Sukardi, Ketua Asosiasi Perusahaan CNG Indonesia (APCNGI), mengapresiasi upaya pemerintah mengembangkan infrastruktur gas dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya, tak lama setelah infrastruktur selesai dibangun, swasta dipastikan akan tertarik untuk ikut mengembangkan pasar CNG di tanah air.
(ded/ded)