Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi VII DPR-RI Kardaya Warnika mengkritik kebijakan pemerintah menyalurkan elpiji melalui sistem distribusi tertutup. Menurutnya, kebijakan harga yang tepat lebih diperlukan ketimbang penerapan distribusi tertutup yang dinilainya tidak cerdas.
Ia menilai disparitas harga elpiji yang relatif tinggi antara elpiji subsidi ukuran 3 kilogram dan non-subsidi 12 kilogram dinilai sebagai penyebab kelangkaan elpiji tabung melon di daerah.
“Kalau bisa disamakan harganya (elpiji 3 kg dan 12 kg),” kata Kardaya dalam sebuah diskusi mengenai elpiji di Jakarta, Senin (23/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kepala BP Migas itu menilai wajar jika rakyat lebih memilih menggunakan elpiji 3 kg mengingat selisih harganya dengan elpiji tabung 12 kg terbentang jauh. Saat ini, harga jual elpiji 3 kg sebesar Rp 4.250 per kg, sedangkan elpiji 12 kg mencapai Rp 11.500 per kg.
“Gap idealnya berapa harus dihitung. Tapi prinsipnya jangan sampai ada gap. Karena kalau ada gap, maka akan ada perembesan, smuggling, penyalahgunaan pemakaian. Dan ingat, masyarakat tidak bisa dibatasi, hanya boleh pakai 12 kg karena yang 3 kg untuk yang berhak dapat subsidi,” kata dia.
Menurut Kardaya, selisih harga yang jauh antara elpiji 3 kg dan 12 kg hanya memberikan nilai tambah bagi segelintir orang. “Nilai tambahnya itu misalkan yang tinggal di apartemen, jarang mondar-mandir, naik-turun (karena milih 12 kg). Itu kan manfaat nilai tambah,” kata dia.
Untuk itu, mantan pejabat eselon I Kementerian ESDM ini menganjurkan pemerintah untuk terlebih dahulu membuat analisis mendalam untuk menghitung berapa harga ideal antara elpiji subsidi dan non-subsidi sebelum melakukan penyesuaian harga.
“Saya tidak bilang 3 kg yang harus disesuaikan. (Ideal gap) Harus dihitung, harus dikaji benar, jangan ngawur (tanpa perhitungan),” ujar Kardaya.
(ags)