Jakarta, CNN Indonesia -- Chief Executive Officer AirAsia Group Tony Fernandes menilai kebijakan pembebasan visa yang akan diberlakukan pemerintah bagi 30 negara baru tahun ini belum akan memberi dampak positif yang besar bagi industri penerbangan di Indonesia. Tingginya harga avtur yang dijual PT Pertamina (Persero) serta belum diterapkannya pembebasan bea masuk bagi suku cadang pesawat, dinilai masih akan melambungkan biaya operasional maskapai penerbangan.
"Di satu sisi pemerintah mendorong industri penerbangan dan pariwisata tapi di sisi lain ada masalah tingginya harga bahan bakar. Kemudian masih ada pengenaan bea masuk suku cadang dan peraturan-peraturan lain yang menghambat,” kata Tony dalam sebuah acara diskusi penerbangan di Jakarta, Selasa (24/3).
Tony mengaku sangat mengapresiasi keputusan pemerintah yang berani menambah jumlah negara penerima fasilitas bebas visa. Kebijakan tersebut akan berdampak positif bagi industri pariwisata Indonesia dan juga industri pendukungnya seperti maskapai penerbangan. Selain itu, kebijakan tersebut juga berpotensi untuk membuka semakin banyak lapangan pekerjaan yang akan berdampak positif pada perekonomian Indonesia secara umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, niat mulia penerapan kebijakan tersebut justru terhambat oleh belum dibebaskannya pengenaan bea masuk suku cadang pesawat oleh Kementerian Keuangan yang selama ini turut membebani biaya operasional maskapai.
Menurut Tony untuk menciptakan industri penerbangan yang efisien, diperlukan pendekatan kebijakan yang terkoordinasi dari pemerintah. Pelaku industri penerbangan perlu duduk bersama dengan pemerintah untuk menelaah kembali kebijakan yang ada untuk kemudian menciptakan kerangka yang lebih baik bagi kemajuan industri.
Dengan kondisi saat ini, dia menilai maskapai Indonesia belum bisa memanfaatkan peluang untuk meningkatkan jumlah penumpang asing. Biaya operasional yang tinggi menyebabkan tarif yang mahal sehingga bukan tidak mungkin penumpang asing lebih memilih memanfaatkan maskapai asing nantinya untuk terbang ke Indonesia.
“Maskapai di Indonesia memiliki kelemahan dibandingkan maskapai yang berasal dari Jepang, Tiongkok, yang harga bahan bakarnya lebih murah dan pajaknya lebih rendah dan lain-lain,” tuturnya.
Keluhan Bengkel PesawatSenada dengan Tony, Ketua Umum Indonesian Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA) Richard Budi Hadianto juga menilai pengenaan bea masuk impor suku cadang menghambat pertumbuhan industri perawatan dan perbaikan pesawat. Menurut Richard, selama ini pelaku industri penerbangan dalam negeri harus membayar bea masuk impor suku cadang sekitar 1 hingga 8 persen. Sementara sebagian besar suku cadang pesawat masih harus diimpor.
“Tax dari sparepart itu menjadi masalah karena cukup besar yang harus kami bayarkan sementara negara lain sudah tidak mengenakan itu,” tutur Richard yang juga menjabat sebagai Direktur PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia (GMF), anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk di bidang perawatan dan perbaikan pesawat.
(gen)