Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tampak berang dengan pemberitaan di media luar negeri yang menyatakan Pemerintah Indonesia membiarkan terjadinya praktik perbudakan di kapal perikanan. Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam membantah isu tersebut, Susi mengaku telah menerbitkan larangan ekspor bagi ikan milik PT Pusaka Benjina Resources (PBR) yang diduga melakukan praktik perbudakan tersebut.
Tidak hanya itu, Susi juga meminta seluruh kegiatan operasional kapal tangkap milik PBR dihentikan. “Kami sudah mengeluarkan kebijakan, tidak boleh ikan dari PBR keluar. Untuk operasional kapal harusnya sudah
off," kata Susi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (2/4).
Bukan tanpa alasan, Susi mengeluarkan kebijakan tersebut karena PBR diduga melanggar hak asasi manusia dengan cara mempekerjakan pegawai dengan tidak layak dan manusiawi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kami sudah meratifikasi, mempekerjakan orang di atas jam kerja itu termasuk
abusing human right seorang pegawai. Kemudian mereka (ABK) pergi ke Indonesia bukan
voluntary mau mereka, ada paksaan," kata Susi.
Susi juga tidak ingin ada pembiaran dalam masalah ini. Jika dibiarkan, maka dirinya terancam melanggar Undang-Undang Organisasi Buruh Internasional (ILO). Ancamannya, produk perikanan Indonesia bisa diboikot dunia.
"Kalau paksaan dan menggunakan agen, itu
human trafficking namanya. Kalau kita menganggap itu hal biasa ya kita bisa dikutuk dunia internasional," katanya.
Sebelumnya, PBR diduga melakukan praktik perbudakan di kapal ikan miliknya yang beroperasi di perairan Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Kasus perbudakan pertama kali diungkap oleh Associated Press (AP) dalam investigasinya yang berjudul “
Are slaves catching the fish you buy?" pada 25 Maret 2015. Saat ini KKP dan Tim Satgas Anti
Illegal Fishing tengah mendalami kasus tersebut.
(gen)