Produksi Rendah, Menperin Usul Tutup Sejumlah Pabrik Gula

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 06 Apr 2015 19:07 WIB
Sekitar 65 persen dari total 50 pabrik gula BUMN berkapasitas rendah dan berusia lebih dari 100 tahun.
Pekerja merapihkan tumpukan karung gula pasir di Pasar Jatinegara, Jakarta, Senin, 22 Desember 2014. Suplai gula rafinasi triwulan 2015 diperkirakan kurang dari kebutuhan sekitar 851.064 ton. Hal ini disebabkan pemerintah hanya memberi kuota impor gula mentah (raw sugar) 600.000 ton setara 564.000 ton gula rafinasi kepada pabrik-pabrik gula kristal rafinasi (GKR). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perindustrian mendorong efisiensi produksi gula dengan merekomendasikan penutupan sejumlah pabrik gula milik negara yang kurang produktif. Pabrik-pabrik gula berkapasitas produksi kurang dari 4 ribu ton tebu per hari menjadi target penutupan.

"Pabrik gula kristal putih, khususnya BUMN, harus diefisienkan dengan cara mengurangi pabrik gula di pulau Jawa, dan dipilih beberapa pabrik potensial untuk ditingkatkan kapasitasnya menjadi di atas skala keekonomian yaitu lebih dari 6 ribu ton tebu per hari," ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (6/4).

Saleh Husin tidak merinci berapa banyak BUMN gula yang perlu ditutup. Namun, indikator yang jadi pertimbangan penutupan adalah pabrik-pabrik gula berkapasitas produksi kurang dari 4 ribu ton tebu per hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, 64,5 persen atau mayoritas pabrik gula milik BUMN berumur di atas 100 tahun dan hanya beroperasi 150 hari per tahun. Beberapa diantaranya memiliki jumlah karyawan di atas seribu pekerja.

Berdasarkan data Kemenperin saat ini sebanyak 62 pabrik memproduksi gula kristal putih di Indonesia, yang sekitar separuhnya beroperasi di Pulau Jawa. Sebanyak 50 pabrik tersebut berstatus BUMN dan 12 pabrik lainnya milik swasta.

Saleh Husin menyadari bahwa rencana penutupan sejumlah pabrik gula akan menimbulkan dampak negatif, yakni menyebabkan dirumahkannya ribuan pekerja. Sementara terkait revitalisasi pabrik dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi juga dapat berimplikasi dari sisi anggaran.

"Untuk meningkatkan kapasitas pabrik gula yang potensial butuh biaya besar, di mana setiap kenaikan kapasitas giling 2 ribu ton per hari dibutuhkan biaya sebesar Rp 450 miliar. Selain itu, waktu pelaksanaan revitalisasinya bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun lamanya," jelas Saleh

Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin menjelaskan rencana revitalisasi dan penutupan sejumlah pabrik gula masih menunggu pemaparan peta jalan pengembangan pabrik gula BUMN. Khusus untuk revitalisasi pabrik, Panggah mengatakan juga harus menunggu cari penyertaan modal negara (PMN) ke PTPN III sebesar Rp 3,5 triliun yang memang dikhususkan untuk me revitalisasi industri gula nasional.

"Masalah kapan diimplementasikan kebijakan ini nantinya menunggu dari keputusan Kementerian BUMN juga. Sejauh ini kita sudah sampaikan ke mereka untuk menyampaikan roadmap-nya ke Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan supaya kita paham," ujar Panggah.

Revitalisasi ini, menurut Panggah, memang harus diperlukan agar industri gula dalam negeri bisa memenuhi permintaan domestik. Data Kementerian Pertanian mencatat bahwa produksi gula secara keseluruhan pada tahun lalu sebesar 2,58 juta ton, jauh di bawah kebutuhan domestik yang mencapai 5,7 juta ton.

"Bahkan kalau nantinya sudah ideal produksi kita, kita bisa proteksi industri gula kita dengan pengenaan bea masuk komoditas gula impor yang tinggi. Asalkan pabrik kita sudah efisien," tuturnya. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER