Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. jeblok. Perseroan mencetak rugi bersih senilai US$ 371,97 juta atau setara dengan Rp 4,83 triliun (Kurs Rp13.000/dolar AS) sepanjang 2014, padahal pada 2013 Garuda Indonesia mampu meraup laba bersih US$ 13,58 juta.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dikutip pada Jumat (20/3), sebenarnya pendapatan Garuda Indonesia pada 2014 menanjak menjadi US$ 3,38 miliar dari US$ 3,17 miliar pada 2013. Namun, karena beban usaha meningkat dan beban usaha lainnya melompat, maka Garuda harus menanggung rugi,
Beban usaha diketahui menanjak menjadi US$ 4,29 miliar pada 2014, dari US$ 3,74 miliar. Hal itu jelas lebih tinggi dari pendapatan yang diperoleh. Beban operasional penerbangan tercatat melonjak menjadi US$ 2,56 miliar dari US$ 2,24 miliar pada 2013.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parahnya, pada 2014 terdapat beban usaha lainnya yang menembus US$ 38,24 juta. Padahal, pada 2013 perseroan tercatat malah mencatat pendapatan usaha lainnya senilai US$ 50,32 juta. Ditambah lagi, pendapatan keuntungan selisih kurs turun menjadi US$ 7,06 juta dari 48,27 juta.
Hal tersebut sukses membalik posisi keuangan menjadi rugi usaha senilai US$ 399,31 juta, padahal pada 2013 Garuda Indonesia mampu mencetak laba usaha US$ 62,94 juta. Lebih lanjut, pada 2014 perseroan mencatat rugi sebelum pajak US$ 460,53 juta, dari laba sebelum pajak US$ 13,65 juta di 2013.
Sementara itu, total aset per Desember 2014 mencapai US$ 3,10 miliar, naik dari total aset per Desember 2013 sebesar US$ 2,99 miliar. Lebih lanjut, utang jangka pendek per Desember 2014 meningkat menjadi US$ 1,21 miliar dari periode tahun sebelumnya yang US$ 999,09 juta.
Sebelumnya, Garuda Indonesia memastikan risiko pelemahan rupiah dan naiknya harga avtur sudah diantisipasi dengan melakukan lindung nilai (hedging) sebelumnya. Hal itu guna mengurangi dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang menghantam industri penerbangan mengingat pembelian bahan bakar menggunakan denominasi dolar.
"Semua maskapai pada intinya mengalami tekanan akibat pelemahan rupiah, tapi kami sudah melakukan antisipasi sebelumnya dengan melakukan lindung nilai bahan bakar sebesar 25 persen beberapa waktu lalu," ujar Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo di Jakarta, Kamis (12/3).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar telah menembus Rp 13 ribu rupiah per dolar dan harga avtur terus mengalami kenaikan. Di Bandara Soekarno-Hatta saja, Arif menyebut kenaikan harga avtur antara paruh kedua Februari dan Maret 2015 mencapai 8,65 persen untuk penerbangan internasional dan 10,35 persen untuk penerbangan domestik.
(gir/gir)