Tolak Merger Bank BUMN, BNI Usul Konsolidasi Perbankan

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Kamis, 09 Apr 2015 09:35 WIB
Menteri Keuangan P.S. Bambang Brodjonegorokembali melontarkan wacana peleburan bank-bank BUMN dalam rangka meningkatkan penguasaan.
Kantor Bank BNI di Jakarta, Rabu, 1 April 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) kembali menolak rencana penggabungan (merger) bank pelat merah dan merekomendasikan sindikasi dan konsolidasi perbankan untuk memperluas pangsa pasar.

“Konsolidasi saya pro tetapi bentuknya tidak harus merger ya,” tutur Direktur Utama Achmad Baiquni usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Rabu (8/4).

Sebelumnya, wacana merger antara Bank BNI dan Bank Mandiri kembali dikemukakan oleh Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam rangka memperkuat modal dan memperbesar pangsa pasar. Hal itu dilakukan guna bersaing dengan bank-bank di regional ASEAN menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baiquni menilai bentuk konsolidasi perbankan dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama bisnis dalam hal pemasaran, infrastruktur maupun pelatihan.

“Misalkan pembiayaan-pembiayaan sindikasi kemudian juga sharing infrastruktur misalkan ATM (Automated Teller Machine) itu dimiliki bersama tidak masing-masing bank memiliki ATM dengan brandingnya sendiri-sendiri ini juga inefisiensi tadi,” kata Baiquni.

Menurut Baiquni, bentuk kerjasama semacam itu lebih cepat dan lebih efektif dalam menghadapi kompetisi ketat perbankan di era MEA. Sementara proses merger dinilai sulit dan memakan waktu yang panjang karena harus melalui proses hukum dan perlu menyamakaan karakter dua bank yang berbeda.

Besaran Aset dan Modal Bukan Kendala

Mantan Direktur PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) itu mengatakan hal utama yang perlu diperhatikan pemerintah dalam menghadapi MEA adalah prinsip kesetaraan perbankan atau asas resiprokal di setiap negara Asean. Selama kesetaraan tersebut tidak tercapai, maka besar aset dan modal tidak akan memberikan pengaruh signifikan dalam kesuksesan menghadapi MEA.

 “Contohnya kalau kita ingin membuka cabang di Singapura kita tidak akan diperlakukan sebagai retail bank. Kita hanya diberikan license untuk off-shore banking artinya kita hanya boleh menyentuh nasabah-nasabah yang klasifikasinya nasabah whole-seller,” tutur Achmad.

Karena tidak ada kesetaraan, Baiquni menilai otoritas perbankan perlu menciptakan sistem untuk melindungi pasar dalam negeri. “Sebenarnya ketika MEA itu diberlakukan pasar yang diincar itu adalah Indonesia karena Indonesia menawarkan margin yang masih lebih tinggi dibandingkan margin yang ada di negara lain,”  ujarnya. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER