Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan optimistis jika delapan paket kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah demi menahan pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa berhasil. Padahal, sepanjang Maret 2015, rupiah telah melemah 0,76 persen.
Kepala BPS Suryamin beranggapan, beberapa kebijakan tersebut, khususnya yang pro kepada produktivitas industri, dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah melalui perbaikan kondisi neraca perdagangan.
"Delapan paket kebijakan itu kan dibuat untuk meningkatkan nilai tukar rupiah. Salah satu poin kebijakan itu adalah pemberian insentif bagi industri, itu nantinya bisa berpengaruh ke neraca perdagangan. Semakin kuat neraca perdagangan kita, semakin kuat pula nilai tukar rupiah terhadap dollar," ujar Suryamin di Jakarta, Rabu (15/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam delapan paket kebijakan yang ditawarkan, poin-poin yang mendukung produktivitas sektor industri antara lain insentif pajak bagi perusahaan yang mengalokasikan 30 persen hasil produksinya untuk ekspor, pembebasan pajak pertambahan nilai bagi industri galangan kapal, meningkatkan komponen bahan bakar nabati, dan peraturan bea masuk anti dumping.
Dengan adanya beberapa kebijakan tersebut, Suryamin berharap Indonesia bisa meningkatkan ekspornya dan mengurangi ketergantungan impor agar permintaan dalam negeri akan mata uang dolar AS semakin menurun. Meskipun menyatakan dukungannya, namun Suryamin tak bisa menganalisa lebih jauh mengenai dampak yang bisa dihasilkan dari implementasi kebijakan ini.
"Seberapa signifikan dampaknya? Kita masih belum tahu karena kan tergantung dari sistem pelaksanaannya. Banyak faktor juga yang mempengaruhi. Tapi kami yakin hal ini bisa berdampak baik bagi penguatan mata uang rupiah," tuturnya.
Badan Pusat Statistik sendiri baru merilis data nilai tukar eceran rupiah pada bulan Maret 2015, di mana rupiah tercatat mengalami depresiasi sebesar 0,76 persen terhadap dolar AS dengan titik kurs tengah tertinggi sebesar Rp 13.125,80 per dolar AS yang terjadi pada minggu ketiga.
Sementara itu, nilai kurs tengah tertinggi terjadi di provinsi Nusa Tenggara Barat dengan nilai Rp 13.245 per dolar AS pada minggu kedua. Namun, BPS mencatat bahwa pelemahan nilai tukar tertinggi justru terjadi di Kalimantan Utara dengan nilai depresiasi 2,71 persen.
(gir)