Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan travel PT Panorama Sentrawisata Tbk menyatakan bakal mengikuti aturan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan transaksi di dalam negeri menggunakan mata uang rupiah. Namun, manajemen perseroan menyatakan keikutsertaannya untuk mendukung program penguatan nilai tukar rupiah itu terhalang daftar harga tiket pesawat dari maskapai yang masih menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).
"Terkait aturan dari BI, sebenarnya kami sangat mendukung karena bakal menambah segmentasi konsumen kami. Namun hambatan utamanya adalah tiket pesawat internasional yang masih menggunakan dolar," ujar Budi Tirtawisata, Direktur Utama Panorama Sentrawisata di Jakarta, Selasa (21/4).
Menurut Budi, agar perusahaan perjalanan wisata bisa mengimplementasikan aturan BI tersebut perlu diselenggarakan diskusi antara BI, industri pariwisata, serta industri penerbangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika industri penerbangan sudah siap dan berkomitmen bertransaksi dengan rupiah, maka kami akan lebih mudah mengimplementasikan peraturan tersebut," jelasnya.
Sementara itu Direktur Keuangan Panorama Sentrawisata Daniel Martinus mengatakan transaksi menggunakan mata uang domestik bukanlah hal baru dalam industri travel di kawasan Asia Tenggara. Dia menilai, di regional Asean sudah bisa diaplikasikan di beberapa negara.
"Bagi kami, hal ini bagus karena bisa menampung semua segmen masyarakat. Namun, untuk implementasinya kami masih menunggu pihak maskapai,” jelas Daniel.
Selain itu untuk pelanggan korporasi yang sangat ketat menekan biaya perjalanan bisnis para pegawainya, kewajiban penggunaan rupiah dinilai bakal sangat membantu untuk efisiensi.
"Kemarin setahu saya Garuda Indonesia akan menerapkan pembelian tiket dengan rupiah dan akan berkoordinasi dengan airlines lainnya agar bisa menggunakan rupiah. Semoga hal itu bisa segera diaplikasikan," kata Daniel.
Sebelumnya, BI mengeluarkan peraturan mengenai kewajiban penggunaan rupiah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peraturan tersebut tertuang dalam PBI Nomor 17/3/PBI/2015, dan berlaku sejak diundangkan pada 31 Maret 2015.
BI menegaskan aturan mengenai kewajiban penggunaan rupiah tersebut berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pasalnya, hingga saat ini potensi transaksi yang menyimpang ditaksir mencapai US$ 6 miliar per bulan.
“Potensi penyimpangan transaksi mencapai US$ 6 miliar per bulan, padahal seharusnya transaksi tersebut menggunakan mata uang rupiah,” kata Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang Eko Yulianto beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, perusahaan yang banyak melakukan transaksi menyimpang tersebut berasal dari sektor pariwisata, industri bahan kimia, dan persewaan properti. “Beberapa perusahaan masih saja bertransaksi menggunakan mata uang dolar AS, seperti travel agent salah satu contohnya,” kata Eko.
(gen)