Jakarta, CNN Indonesia -- Pada acara pameran Demam Batu yang berlokasi di Kementerian Perindustrian hari ini, terdapat sebuah batu akik bermotif kepala banteng yang dibuat perhiasan dalam bentuk cincin. Tak tanggung-tanggung, penjual batu ini membanderol barang jualannya dengan harga Rp 1 miliar.
"Harganya mahal karena ini sangat langka sekali mas. Begitu kami temukan batunya, sudah ada motif kepala banteng di atasnya," ujar Agung Setiawan, pemilik batu akik unik tersebut yang berasal dari Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ketika ditemui di Jakarta (21/4).
Selain motif yang langka, ia juga mengatakan bahwa jenis batu yang ditemukan merupakan batu khas yang hanya berada di Bantul. Atas alasan tersebut, maka pantas baginya untuk mengenakan harga Rp 1 miliar bagi batu yang ditemukannya 15 tahun lalu ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jenis batu kasidoni, batu yang hanya terdapat di Bantul. Karena motifnya bagus, harganya memang sudah ditetapkan sebesar Rp 1 miliar sejak kami menemukannya. Dari dulu harganya tetap sama, tetap Rp 1 miliar," katanya.
Selain menjual batu yang ditemukan di Sungai Bedog, Bantul tersebut, Agung juga menyertakan batu dengan motif huruf "J" yang dijual secara bersamaan dengan batu bermotif kepala banteng tersebut.
Agung mengatakan ada potensi ekonomi yang besar dari komoditas batu perhiasan di wilayahnya. Tapi potensi itu tidak disertai dengan dukungan memadai dari pemerintah. Agung mengatakan, pemerintah Kabupaten Bantul masih menutup mata terhadap potensi batu mulia meskipun usaha komoditas ini tak pernah habis sejak 100 tahun lalu digali.
"Usaha batu mulia dari Bantul ini tak pernah dilihat pemerintah, padahal kalau kami hitung potensinya bisa sebesar Rp 22 triliun atau 10 persen dari total Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bantul. Selain itu permintaan batu-batu mulia ini juga cukup tinggi di dalam provinsi DIY," ujarnya.
Agung berharap usaha batu mulia dari Bantul dilirik pemerintah daerah sebagai salah satu potensi ekonomi yang perlu dikembangkan. "Penjualan kita dalam sebulan mungkin hanya di bawah Rp 10 juta, kalau pemerintah mau fasilitasi dari segi marketing-nya mungkin bisa akan lebih besar lagi," katanya.
(ded/ded)