Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mencurigai adanya praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan berstatus penanaman modal asing (PMA) yang beroperasi di kawasan industri Karawang, Jawa Barat.
Pernyataan yang disampaikan manajemen perusahaan asing kepada pemerintah bahwa setiap tahun selalu mengalami rugi, membuatnya terhindar dari kewajiban pembayaran pajak penghasilan. Padahal kegiatan bisnis perusahaan asing tersebut terlihat terus maju dan berkembang.
Untuk membuktikan dugaan tersebut benar, DJP kemudian meminta data impor perusahaan-perusahaan asing yang dibidiknya dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang juga berada di bawah payung Kemenkeu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi Susiwijono Mugiharso menjelaskan data impor bisa dijadikan indikator maju atau tidaknya kegiatan bisnis suatu perusahaan.
Semakin besar nilai dan volume impor yang dilakukan, menunjukkan perusahaan tersebut berhasil menjaga kinerja keuangannya dengan baik dan seharusnya wajib membayar pajak.
Menurut Susiwijono yang juga mantan Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai DJBC, saat ini data-data arus barang melalui Kantor Pelayanan Bea Cukai di seluruh Indonesia bisa diakses pejabat DJP secara online.
“Data-data tersebut bisa dimanfaatkan oleh DJP untuk melakukan uji silang kewajiban perpajakan para wajib pajak tersebut,” kata Susiwijono melalui siaran pers, dikutip Selasa (28/4).
Direktur Peraturan Perpajakan I Irawan menambahkan, cara lain yang tengah dilakukan DJP untuk mempermudah pemeriksaan kewajiban pembayaran pajak suatu perusahaan adalah melalui e-Faktur.
“Dengan e-Faktur para wajib pajak bisa lebih mudah bertransaksi dan bisa ketahuan lawan transaksinya karena ada proses validasi terlebih dahulu terhadap faktur elektronik yang diterbitkan oleh PKP,” kata Irawan.
(gen)