YLKI: 68 Persen Minimarket Masih Jual Rokok ke Anak-anak

CNN Indonesia
Selasa, 28 Apr 2015 17:58 WIB
YLKI meminta BPOM meningkatkan pengawasan penjualan rokok di lapangan.
Berbagai merek rokok yang paling laku terjual di Indonesia menurut survei YLKI. (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menemukan masih banyak toko ritel atau minimarket yang menjual rokok kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun. Berdasarkan pantauan yang dilakukan YLKI pada Februari hingga Maret 2015, ditemukan 68 persen pegawai toko ritel tetap melayani anak-anak yang membeli rokok. Hanya 32 persen yang menolak.

Pemantauan itu dilakukan di empat kota yaitu Medan, Jakarta, Yogyakarta, dan Denpasar. Persaingan yang tinggi di antara para pedagang menjadi alasan pedagang menjual rokok kepada anak-anak. Bila tidak menjual, maka anak-anak akan berpindah ke kios lain yang mau menjual rokok kepada mereka.

"Kami minta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meningkatkan pengawasan ke lapangan sehingga tidak ada lagi produsen dan ritel yang melanggar peraturan. Penegakan hukum juga harus dilakukan secara tegas," kata Tulus saat peluncuran hasil survei YLKI terkait implementasi peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok, di Jakarta, Selasa (28/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tulus juga meminta agar Kementerian Kesehatan benar-benar peduli terhadap dampak mematikan bahaya rokok karena terkait dengan daya saing manusia. "Selama ini selalu digaungkan soal bonus demografi. Bila semuanya terpapar rokok, apakah masih bisa disebut bonus? Jangan-jangan nanti jadi bencana demografi?" ujarnya.

Bila rokok terus dibiarkan didistribusikan secara bebas, kata Tulus, akan semakin merugikan pemerintah dan masyarakat luas karena biaya yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh rokok. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bila pada 2010 jumlah perokok (dibandingkan jumlah populasi Indonesia) adalah 34,7 persen, pada 2013 meningkat menjadi 36,3 persen.

"Dari persentase itu, sebanyak 302 miliar batang dikonsumsi. Jika per batang harganya Rp 700, maka sekitar Rp 211,4 triliun telah dibakar menjadi asap rokok," kata Tulus. Sementara, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional, rokok dikonsumsi terbanyak nomor dua, setelah beras. "Bahkan, di kalangan masyarakat miskin perkotaan, rokok menduduki peringkat pertama, mengalahkan beras," kata Tulus.

Temuan lainnya datang dari Yogyakarta. Sekretaris Lembaga Konsumen Yogyakarta Dwi Priyono menemukan adanya anak-anak yang menjual rokok karena disuruh orangtua. "Ada kejadian di mana sang ibu takut dengan gambar mengerikan pada bungkus rokok sehingga meminta anaknya saja yang menjual rokok," kata Priyono.

Di sisi lain, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Kartono Mohamad berpendapat pemasangan gambar mengerikan pada bungkus rokok dinilai cukup efektif untuk mencegah pengonsumsian rokok oleh anak-anak. "Namun, bentuknya hanyalah peringatan agar orang yang mau mencoba rokok tersebut berpikir dua kali," kata Kartono.

Namun, Kartono menilai pemasangan peringatan kesehatan bergambar yang mengerikan tersebut masih belum cukup untuk mengerem konsumsi rokok di Indonesia. Pasalnya, kebijakan itu sendiri masih sering dilanggar oleh produsen rokok. "Seharusnya, ada kebijakan lainnya. Selama ini pemerintah telah dilecehkan oleh produsen rokok yang tidak mematuhi aturan itu. Pemerintah takut kepada produsen rokok karena uang produsen rokok banyak," kata Kartono.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER